***
Malam semakin larut, menyuguhkan kegelapan total, karena bulan ataupun bintang seperti enggan membagi sinarnya. Kekhawatiran dan isak tangis mengambil porsi yg cukup besar malam ini. Didepan sebuah ruang ICU, 6 orang remaja terlihat khidmat mengumandangkan doa untuk kekasih dan sahabat mereka, sedangkan seorang gadis yang nampaknya masih sangat shock, memilih untuk memisahkan diri dari yang lain.
"duduk dong, yo" saran alvin, yang geram melihat rio bolak-balik di depan pintu ruang ICU, alvin juga masih berusaha menenangkan via yg terisak di bahunya.
Tap-tap-tap
langkah kaki itu bergaung di tengah suasana sepi Rumah Sakit. Kaki itu berhdnti tepat di depan seorang gadis, gadis itu mengangkat kepalanya lalu berdiri. Helai-helai rambut menempel pada pipi yang di banjiri air mata, wajahnya sangat nyata mengisyaratkan ketakutan.
"Ri...Ri.Rio" ucapnya tergagap.
"Ashila Zahrantiara" suara yg mengeja namanya, terdengar berat dan sarat akan kemarahan, menurut shila.
Rio mendekatkan wajahnya dengan shila hingga tinggal berjarak beberapa centi. Shila terus melangkah mundur, hingga punggungnya merapat pada dinding yang dingin. Rio kemudian merentangkan kedua tangan kokohnya, mengurung tubuh shilla yang bergetar ketakutan. Jarak mereka begitu dekat, sampai shilla bisa merasakan tatapan tajam rio yang sebentar lagi mungkin akan membuatnya mati lemas.
"gw bukan orang baik shil, gw pernah bunuh orang. Dan sekali lagi lo sentuh cewek gw, gw pastiin lo bakal jadi orang kedua yg gw bunuh,PAHAM?? Dan satu lagi, gw MARIO gak pernah main-main" tegas rio, teman-teman yang lain hanya bisa menghela nafas panjang dan berat menyaksikan aksi pengancaman itu.
"lo..lo kira gw takut?? Gw gak salah" sahut shila menantang.
Hatinya boleh melolong meminta tolong, kakinya boleh gemetar, tapi ia kuat. Ia ashila, gadis kuat dan berkuasa. Ia tidak boleh terlihat lemah dan cengeng, apalagi di depan rio.
"inget ya yo.. Bokap gw itu ketua yaya..."
"dan lo juga harus inget shila, bokap gw bisa beli sekolah kita, kapan pun, gw minta." sela rio, Sebelum shila menyelesaikan kata-katanya.
"Lo apaan sih yo, emang apa sih bagusnya si ify itu. Dia tu tukang selingkuh. Lo gak liat foto-fotonya sama alvin waktu di UKS. Dia tu sok baik di depan lo, dasar emang cewek murahan"
"JANGAN HINA CEWEK GW, SHILA" bentak rio marah.
"LHO EMANG DIA MURAHAN KAN" timpal shila dengan nada yg tidak kalah tinggi.
PPLAAKK
tamparan keras rio mendarat di pipi shila, gadis itu tersungkur ke lantai. Dari sudut bibirnya meluncur darah segar.
"RIO !!?" via tersentak kaget, melihat tindakan rio tadi.
"Lo apaan sih yo. Shila tu cewek, banci banget lo. Gak gentle" omel iel.
Shilla masih memegani pipinya yg berdenyut-denyut, tapi ada yg lebih sakit, yang lebih nyeri dari pipi yg memerah. Hatinya,hati shila jauuuhh lebih perih.
Rio masih tertegun, jujur ia merutuki perbuatannya barusan.
"aargh, SIAL, kenapa gw bisa lepas kontrol gini sih?" umpat rio dalam hatinya.
"KAMU JAHAT YO,JAHAT. AKU BENCI,BENCI BANGET SAMA KAMU." maki shila.
Ia langsung berlari, iel segera menyusulnya dan melempar pandangan kecewa pada rio.
"Lo harusnya bisa kontrol emosi lo yo" tutur alvin.
"gak usah nasehatin gw deh vin. Lo gak ngerasain sih, lo bayangin kalo yg didalem sana itu via,lo bayangin kalo via yg dikatain cewek muraha. Mau apa lo,heuh?" sentak rio masih dengan emosi yang bergolak.
"maaf dek, ini rumah sakit. Tolong jangan buat keributan." tegus seorang dokter yang baru saja keluar dari ICU.
"ada keluarga dari pasien di dalam??" tanya dokter tadi.
"saya pacarnya dok, orang tuanya di luar negri, tapi sudah di hubungi, mungkin baru tiba di bandung" jawab rio lancar.
"baik lah, keadaan pasien tidak parah, hanya cedera ringan di kepala dan retak pada tangan kanan, tapi dalam seminggu, sudah bisa pulih kembali" jelas sang dokter di iringi senyum ramah. Semua menghela nafas lega.
Seakan beban sebesar gunung yg tadi mencekat, kini telah diangkat.
"saya boleh masuk dok?" tanya rio.
"mmh, pasien belum mau di ganggu. Ia hanya meminta sodara rio untuk ke dalam." balas sang dokter.
Dokter tadi, rio tanpa di suruh langsung meluncur memasuki ruang ICU.
"ify..." panggilnya lembut, sambil berjalan menghampiri ranjang ify.
"kamu gak pa-pa kan fy?" tanya rio, memastikan.
"gak pa-pa gimana? Gak liat aku diperban-perban begini, sakit tau" jawab ify,manja.
"ekh,ekh, kamu abis nangis yaaa??" goda ify jail.
"enggak"
"aaaa..rio boong. Matanya segede-gede bola basket tuh"
"udah akh,lo apaan deh fy." rio tampang salting.
"hhaha.. Gak usah salting gitu dong,biasa aja. Ify gak pa-pa kok rio sayoongg. Hhehe" ify terkekeh.
"kamu tu bikin aku takut aja,tau gak? Aku kira kamu bakal ninggalin aku kayak dea. Aku ngerasa bersalah banget fy, gak bisa jagain kamu. Padahal aku udah janji."
"nah biar gak makin merasa bersalah atas keadaan aku yg menyedihkan ini" ify mendramatisir kata-katanya.
"kamu harus turutin kemauan aku ya"
"huh kebiasaan deh pasti bersyarat"
"mau gak nih, sek?"
"ipot, jangak manggil gw kayak gitu. Yaudah,apa mau lo?" ujar rio kesal.
"aku mau pulang besok dan mau nonton kamu tanding basket,lusa. Aku gak mau dilarang-larang."
"tapi fy..."
"kamu udah janji,yo"
"belum"
"udah"
"kapan?"
"aahh,pokoknya udah,udah,udah janji. titik"
"iya,iya lah. Yaudah cepet tidur sekarang, biar besok udah diizinin pulang." rio membenahi selimut yg melekat di tubuh ify.
"ekh,ekh, mau kemana?" seru ify,saat rio hendak berlenggang keluar.
"ya keluarlah."
"enak aja,gak boleh. Temenin aku disini aja yo" rajuk ify,lagi-lagi dengan nada manja yang khas.
"huuh,iya aku temenin deh,tuan putri. Ayo cepet tidur" titah rio, ia sendiri menarik sebuah kurni, dan duduk manis di samping ranjang ify.
***
"gimana yel, ke susul shillanya?" tanya via khawatir, saat iel menghampiri mereka dengan langkah gontai.
Iel menggeleng.
"mungkin di udah pulang" tebak cakka, sekaligus ingin menghibur.
"ify udah sadar yel,sekarang rio lagi didalem" jelas agni.
"syukur deh" balas iel singkat.
Tiba-tiba dari arah belakang, beberapa orang perawat berlarian dengan panik, mendorong tubuh seorang gadis yg tengah bersimbah darah.
"ekh,ittu,itu, shila kan" ujar via.
"sus,suster" panggil iel pada seorang suster yang berlari di belakang membawa ponsel dan tas milik shila.
"itu kenapa sus?" tanya iel.
"sepertinya percobaan bunuh diri dek. Kami menemukan gadis itu di toilet lantai dasar. Sebelumnya petugas kebersihan mendengar cermin yang pecah lalu.....
FLASHBACK : ON
shila masih menangis tersedu dalam toilet yang kebetulan kosong. Ia memegangi pipinya yang kini keunguan.
"kenapa sih, tuhan tu gak adil banget sama gw. Rio jahat, gw benci,bencii" ucapnya di sela-sela tangis.
"ify punya semuanya, semua yg gw gak punya. Cowok yang sayang banget sama dia, temen yang care, sedangkan gw?? Orang tua gw aja gak pernah peduli sama gw. Gak ada yang beneran sayang sama gw. Kenapa sih Tuhan gak adil. Gw benci hidup gw, mendingan gw mati, biar mereka semua sadar, biar mereka PUAS."
shila melirik cermin yang di pasang diatas wastafel, dengan sepatunya dipecahkan cermin itu.
PRAANGGG
perlahan ia meraih satu dari serpihan cermin, shila menggigit bibir bawahnya, dengan mata terpejam, ia menggoreskan pecahan cermin itu ke pergelangan tangannya.
Setetes dua tetes darah segar mulai keluar.
FLASHBACK : OF
"begitu dek,kejadiannya. Adek mengenal gadis itu?"
"ya sus, kami kenal" jawab iel.
"bisa minta bantuannya? Tolong hubungi keluarga gadis itu ya."
"baik sus, nanti segera saya hubungi."
"trimakasih banyak kalo begitu. Ini tas dan ponsel gadis tadi. Permisi, selamat malam"
"malam suster." iel mengangguk sopan.
"shil..shila bu..nuh diri" guman via,tak percaya.
"rio tu udah keterlaluan kali ini." geram iel, ia lalu mengeluarkan ponselnya,memencet beberapa tombol, lalu mendekatkan ke telinganya.
"halo ze" sapa iel, ketika sambungan telefon diangkat.
"iya yel. Tumben nelfon, kenapa?"
"zeva, sekarang shila di rumah sakit. Lo bisa hubungin orang tuanya, nanti alamat Rumah Sakitnya gw smsin elo"
"aduh sorry ya yel, gw lagi liburan nih, shila emang suka manja,paling juga dia flu doang kan, lo minta bantuan angel aja."
"tapi shila..."
tuttuttuut
telepon diputus oleh zevana.
"dih,sialan banget nih cewek" Gerutu iel.
Ia lalu mencari kontak yang lain dan kembali mencoba menghubungi pemilik kontak tersebut.
"halo yel,ada apa?" sapa orang di sebrang sana.
"ngel, shila di rumah sakit, tolong hubungin orang tuanya ya."
"kan ada pembantunya. Percuma yel, orang tuanya juga gak akan peduli, ngabis-ngabis pulsa aja."
"lo perhitungan banget sih, ya udah gw minta no......"
tuttututt
lagi-lagi telepon di tutup sepihak.
"akh,shila salah milih temen nih, nenek lampir semua deh tu cewek" omel iel kesal.
"iel perhatian banget sih sama shila,bikin sebel aja" batin via, dongkol.
"trus gimana dong nih,kasian tu shila." tanya iel, cemas.
"biasa aja kali yel, timbang shila doang. Waktu ify kecelakaan, kayaknya kamu gak sepanik itu deh" tutur via sinis.
"biasa aja gimana, aku yang ngajak dia vi, kalo dia kenapa-napa gimana? Si rio juga sih, gak mikir dulu."
"rio gak salah, emang shilanya aja kurang ajar. Lagian shila kan bukan siapa-siapa kamu, bilang aja, kamu kayak gini karena kamu suka kan sama dia" balas via, skeptis.
"kamu kenapa sih vi, kok sewot gitu?" tanyak alvin heran.
"aku gak pa-pa, siapa juga yang sewot." timpal via masih dengan nada kesal.
"udah sih,ngapain jadi pada ribut sendiri." lerai agni.
"gw udah telepon rumahnya shila, dan gw udah suruh pembantunya buat hubungin orang tua shila" jelas cakka.
"mmh, kayaknya rio harus tau deh." usul agni.
Iel mengangguk setuju
"ya udah,masuk aja yuk" ajaknya.
"rio tu lagi sama ify, kalian ganggu aja sih." seru via.
"SIVIA, kamu kenapa sih? Aneh banget deh." kata alvin sedikit membentak.
"kamu gak usah pake bentak aku dong" balas via, sambil melotot kearah alvin.
"terserah." balas alvin, lalu pergi menyusul iel kedalam.
Mereka memasuki ruang ICU, disana terlihat rio yang tengah asik memandangi ify yang terlelap.
Tangan kirinya di genggam oleh ify, seangkan tangan kanannya mengelus-ngelus lembut,rambut ify.
"ekhm" cakka berdehem.
"ekh,lho?? Kok kalian pada masuk?" tanya rio.
"kita kan juga mau jenguk ify,yo. Gimana keadaannya??" tanya agni.
"kayak yang dokter bilang, dia Gak pa-pa. Besok aja malah udah pengen pulang." jawab rio.
"yaelah, ify sama via samaan deh. Gak betah di rumah sakit." timpal agni.
"ya,siapa juga yg betah di rumah sakit, agni sayang." sahut cakka.
"ify kasian amat ya. Besok bornday nya,ekh gara-gara si shila itu dia malah masuk rumah sakit." via berkata dengan tetap mempertahankan nada ketusnya. Alvin hanya bisa menggelengkan kepalanya, tidak ingin memperuncing pertengkaran sebelumnya.
"HAH? ify ulang taun? Besok? Kok gw gak tau... Ekh,maksudnya gw kok gak inget ya?" ujar rio,gelagapan.
"makanya tu memori otak lo, jangan diisi rumus doang" cibir cakka.
"gimana kalo besok kita bikin suprise party aja buat ify, pas dia balik ke rumahnya??" usul rio.
"boleh tu" alvin setuju, yang lain juga mengangguk tamda sepakat.
"yo" panggil iel,pelan.
"hm?"
"shila.."
"udah deh yel. Gak usah sebut-sebut nama tu cewek lagi."
"ya biasalah yo,yang lagi jatuh cinta" ucap via, nada tidak suka.
Rio mendelik,heran. Kayaknya ini bukan via banget deh.
Iel tidak menanggapi sindiran via tadi.
"shila bunuh diri,yo."
Degg.
Jantung rio seperti berhenti berdetak, aliran darahnya serasa di bekukan rasa bersalah. Apa lagi-lagi dia telah membunuh orang?? Rio terdiam.
"dia gak pa-pa kok yo,kayaknya" tutur cakka mencoba menghibur rio yang nampak sangat terkejut.
"yaudah lakh, mending kita pulang aja yuk, udah malem juga. Kamu kan baru sembuh vi" saran alvin, ia menyampirkan jaketnya ke pundak via dengar lembut. Via meliriknya, alvin tersenyum.
"kita pulang ya yo,kalo ada apa-apa hubungin kita. Malem yo.." pamit agni.
Satu per satu dari mereka keluar dari ruangan itu.
"muka lo pucet yo, mending cepet istirahat." pesan iel sebelum menghilang di balik pintu.
Rio mengangguk pelan.
Bagaimana mungkin dia bisa istirahat,
setelah mendengar apa yang terjadi pada shila??
***
"agni pulaangg" sapa agni ketika tiba dirumahnya.
"ekh, udah balik lo." sapa seorang pemuda.
"Lho Riko??"
"hhehee, gw udah lumutan nih nunggu lo balik"
"sorry deh. Ada apa nih,tumben lo kerumah gw?" tanya agni ikut duduk
"jadi mesti ada apa- apa dulu nih, baru gw boleh ke rumah lo? Gw mau maen aja kok. Lo dari mana sih?" tanya riko, sambil membolak-balikkan majalah otomotif di tangannya.
"abis jalan aja sih. Ekh,udah minum?"
"udah kok. Udah abis segentong malah." celetuk riko asal.
"ekh,lo masih sama cakka,ag??"
"masih kok, emang kenapa,mau daftar? Hhehe." agni terkekeh.
Riko mulai mengalihkan pandangannya dari majalah. Ia menatap agni sekilas yang tetap nampak manis meski terlihat kelelahan. Riko merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah ponsel dan menyodorkannya pada agni.
"sorry ag, gw gak ada maksud ganggu hubungan lo. Tapi sebaiknya lo liat foto itu" agni meraih ponsel riko,dan melihat foto yang dimaksud.
Dalam folder bernama cakka itu terdapat 4 foto, foto cakka dengan keke tempo hari. Riko memang sempat memotretnya waktu itu. Mata agni memanas, nafasnya terasa tercekat ditenggorokan. Agni lalu menyodorkan ponsel riko.
"gw capek ko, pengen istirahat. Mending lo pulang aja." suara agni terdengar parau, mungkin efek tangis yg ditahannya.
"lo,kenapa ag, nangis??"
"gak,gw gak nangis. Gw mau sendiri ko."
"jadi lo ngusih gw, gitu?"
"pliss,ko."
"agni,lo liat gw" riko merengkuh pundak agni,mengarahkan tubuh gadis itu agar menghadapnya.
"ini bukan agni yang gw kenal. Lo bukan agni yang dulu,lo sadar?? Cakka udah terlalu jauh ngerubah lo, jadi seperti yang dia mau."
"cakka gak pernah ngerubah gw." bela agni.
"oke,emang gak secara langsung,tapi pelan-pelan. Lo liat aja diri lo sekarang, dari rambut, wajah, kulit sampe pakaian lo, ini yang lo bilang gak berubah?? Dan sejak kapan seorang agni, nangis gara-gara cowok??"
"GW GAK NANGIS." bentak agni.
"lo gak bisa bohong agni. Lo mati-matian belain cakka, tapi apa dia peduli sama lo, gimana kalo akhirnya dia ninggalin lo?? Dia sama sekali gak sayang sama lo,percaya sama gw."
"CAKKA SAYANG SAMA GW, BERHENTI JELEK-JELEKIN DIA,KARENA LO ITU GAK TAU APA-APA TENTANG CAKKA." bentakan agni,semakin menjadi.
"mana buktinya dia sayang sama lo? Apa dengan selingkuh,iya?"
"CUKUP,CUKUP. KELUAR LO."
"tapi...."
"GW BILANG KELUAAARR"
"oke,oke. Gw keluar. Tapi lo harus tau ag, kapanpun lo butuh gw,gw akan selalu ada buat lo. Maaf udah bikin lo kesel. Gw pulang ag,malem." pamit riko,lalu segera keluar dari rumah agni.
Ruang tamu rumahnya yang indah dengan lampu gantung dari kristal, barisan sofa empuk dan guci-guci yg bertengger anggun, bagi agni sama saja dengan jurang yang hitam dan gelap.
"ada apa sih sayang,kok teriak-teriak." tanya mama agni yang kaget mendengar teriakan-teriakan anak gadisnya tadi.
Agni hanya menggeleng lemah, lalu berjalan cepat ke kamarnya.
Setelah tiba di kamarnya, sebelum merebahkan diri dikasur dan menggelamkan diri dalam tangis, agni berdiri didepan sebuah cermin. Menatap pantulan dirinya dalam cermin.
Ya,yang terlihat disana memang bukan lagi agni si tomboy berkuncir kuda.
Tapi agni 'ceweknya' cakka, dia memang tidak semodis shila, se-girly ify ataupun seanggun via, tapi tetap saja,sudah terjadi perubahan besar dalam dirinya. Sisi wanita dalam dirinya yang selama ini dikuburnya, seperti meronta ingin keluar. Agni begitu rapuh dan bingung. Sebagian dari hatinya meng-iya-kan perkataan riko,cakka memang telah merubahnya perlahan. Tapi sebagian lagi dari hatinya menyangkal hal itu, bahkan cakka tidak pernah menuntut satu hal pun darinya, ia berubah karena memang keinginannya.
Lalu bagian hati yg mana yg harus ia yakini,
bagaimana kalau riko benar,
bagaimana jika cakka meninggalkannya
akan hancur kah ia??
Agni menutup matanya dengan kedua tangan, ia butuh sendiri, ia butuh waktu.
Waktu untuk mencari lagi agni yang dulu.
Waktu untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia tidak berubah.
Agni tidak cengeng, ia tetap gadis yang tangguh dan kuat. MESKI TANPA CAKKA.
***
sepulang sekolah, alvin segera menyambangi rumah via. Via memang belum masuk hari ini, karena masih belum sehat betul dan iya juga sudah berjanji pada rio untuk membuatkan ify kue tart.
"siang tante" sapa alvin sopan pada mama via yang nampaknya tengah memotong daun-daun kering pada bunga-bunga hiasnya.
"ekh alvin.cari via ya? masuk aja"
"oh iya tante, alvin masuknya,tan." pamit alvin,mama via membalasnya dengan anggukan ramah.
Alvin pun berjalan menyusuri setiap bagian rumah sivia. Karena memang sudah terbiasa sejak kecil, alvin jadi sudah hafal betul denah rumah sederhana ini.
"hayoo" alvin memeluk pinggang via yang nampaknya tengah sibuk di dapurnya,dari belakang.
"ikh, apaan sih, genit banget deh. Malu tau kalo diliat mama." gerutu via.
Alvin hanya tersenyum simpul dan mendaratkan satu kecupan dipipi kanan via. Spontan via langsung memegangi pipinya yang memerah.
"HHAHAHA, pipi kamu merah tu, udah mirip bakpau deh." ejek alvin sambil mencolek adonan yang dibuat via dengan jari telunjuknya.
Plakk
"auww, via apaan sih, sakit tau." keluh alvin yang tangannya di pukul dengan sendok oleh via.
"jangan dicolek-colek deh,ntar gagal kuenya." larang via, dan kembali fokus dengan adonannya.
Alvin tersenyum jail, ia kembali mencolek adonan kue dan mengoleskannya dipipi sivia.
"hahahaha,kena."
"ikh,alviiinn jorok deh. Nih rasain." via membalas mengotori wajah alvin dengan adonan yang lebih banyak.
Alhasil, adonan yang seharusnya jadi bahan dasar kue ulang taun ify, malah bercecer di wajah alvin dan via.
"wlek, wlek, gak kena,wlek" ledek alvin, saat serangan via sebelumnya meleset.
"huuh dasar koko jelek, terima ini......" via sudah sangat kesal dengan alvin karena dapur dan acara memasaknya dikacaukan alvin. Via melemparkan satu baskom penuh adonan dengan tidak sabar ke arah alvin.
PLUUUKK *aneh amat yak suaranya*
"uuups." via mendekap mulutnya, saat mengetahui baskomnya salah alamat.
Alvin yang masih berjongkok untuk menghindari serangan baskom tadi hanya bergumam
"omaigott rio, oo.ouww"
"ALVIN,VIA,KALIAN KAYAK ANAK KECIL AJA DEH. JADI GINI CARANYA BIKIN KUE??" teriak rio menyaingi prepetan bunyi petasan di acara sunatan.
"HUAAA,KABUUR." seru alvin dan via kompak dan lari keluar dapur.
"dih,dasar. Gini nih,kalo punya temen masa kecilnya kurang bahagia. Haduh ify,liat cowokmu jadi korban KDRTnya tu duo sipit." keluh rio ngawur.
Rio mulai Mengamati keadaan sejitarnya, dapur itu sekarang benar-benar menyerupai jalur gaza yang di bom nuklir oleh israel. Berantakan abis.
"waduh,berabe dah. Kalo mamanya via kesini,bisa-bisa gw yang disuruh beresin ni dapur. Ogah akh, mending gw kabur" rio langsung mengambil langkah seribu keluar dari dapur.
***
"HHAHAHA" tawa alvin dan via terdengar renyah bersaing dengan deru mesin mobil yang mereka naiki.
"biar putihan tuh si rio, kita lumurin pake terigu, hhehe" celetuk alvin.
"huss,asal deh,kamu" omel via.
"hhehe. Tapi kamu keren vi,bisa pas namplok di kepala gitu" puji alvin masih sambil terkekeh.
"akh,tapi gak asik deh. Harusnya kan yang kena kamu" via memanyunkan bibirnya.
"ya udah,nanti kita replay lagi ya,lain waktu." saran alvin.
Via mengangguk,semangat.
"ekh,tutup mata kamu dong, aku mau ngajak kamu ke suatu tempat." pinta alvin sambil menyodorkan sebuah slayer bercorak batik.
"ngapain pake tutup mata sih?"
"yaelah, ayolah via cantik" gombal alvin.
"huu,bisa banget deh. Tapi kamu jangan macem-macem." ancam via.
Beberapa detik setelah via menutup matanya dengan slayer, mobil alvin berhenti. Alvin lalu memapah via menaiki undakan-undakan batu di depan mereka. Setelah tiba di puncak, alvin membuka slayer yang menutup mata via.
"SUPPRIISEE..." teriak alvin.
Via terdiam.
"keren" ucap via singkat, speechless.
"cuma gitu doang?? Huuh" alvin kecewa.
"aaaaaa,edelweiss. Alvin,kamu tau darimana ada tempat kayak gini." seru via,setelah jiwanya kembali dari alam kekaguman akan tempat ini.
Ia berlari kecil, berputar sambil merentangkan kedua tangannya. Rambutnya yang indah melayang lembut diterpa angin.
Tempat ini sebenarnya adalah tempat favorit iel. Sebuah tebing datar yang menghadap kearah hamparan bunga edelweiss. Dedaunan yang tumbuh lebat disekitarnya, membentuk kanopi yang memayungi mereka. Meski matahari bersinar kuat, tapi semilir angin dataran tinggi yang khas, membuat tempat ini tetap terasa sejuk. Dan yang paling istimewa tentu, hamparan edelweiss 'bunga keabadian' yang begitu mempesona. Bunga-bunga Putih kecil itu terbentang membentuk padang kecil.
Alvin dan via, kini duduk bersisian beralas rumput liar yang mulai meninggi.
"seneng kan, bisa liat edelweiss langsung?" tanya alvin.
"bangeeett. Kamu kok tau aku suka edelweiss?"
"tau dong, alvin."
"makasih ya vin,kamu selalu aja bikin aku ngerasa istimewa." ucap via tulus.
"karena kamu emang istimewa buat aku vi. Dan ya,anggap aja ini sebagai permintaan maaf aku,karena udah bentak kamu."
"hhehe, harusnya aku yang minta maaf kali,kan semalem aku yang nyolot."
"makanya jangan tempramen gitu, gak via banget deh." ejek alvin.
"ya,abis aku kan kesel banget sama iel" celetuk via.
"iel ?? Emang kenapa?" tanya alvin,heran.
"aduh bego banget sih gw,kenapa keceplosan." rutuk via dalam hatinya.
"mmh,nggak kok,gak pa-pa.., ekh vin, waktu shila berantem sama rio, dia bilang foto kamu sama ify. Foto apaan sih?" tanya via, mengalihkan pembicaraan.
"oh itu. Iya jadi waktu kamu sakit itu, ada yang pasang foto ify lagi niupin mata aku di UKS, ya kesannya kayak mau cium gitu deh. Dan ada juga foto kamu sama iel, lagi boncengan,trus ditulisin 'DUO CEWEK MURAHAN' gitu vi, tapi gak usah di pikirin lakh, ify aja,biasa.." jelas alvin.
"fo.foto aku sama iel?? ya..ya ampun fitnah banget ya yang nempel." via berusaha menutup rasa bersalah dalam hatinya.
Alvin mengangguk.
Via menatapnya lekat-lekat,
sungguh saat ini mungkin dialah gadis paling jahat sedunia.
Membohongi hatinya sendiri dan juga alvin,cowok yang sudah sangaaaatt baik untuknya.
Via lalu memeluk alvin, ingin rasanya ia mengucap ribuan kata maaf pada alvin. Menerima pelukan via, rasa terimakasih pun membuncah dalam hati alvin. Rasa terima kasih untuk iel, orang yang sudah alvin anggap saudara, orang yang selalu bersedia membantunya, orang yang paling berjasa untuk hubungannya dengan via, termasuk untuk hari ini.
Flashback : on
"huufh, capek gw." alvin merebahkan tubuhnya disofa, disampingnya iel nampak tengah sibuk mengganti chanel-chanel tv.
"dari mana lo,pit?" tanya iel.
"dari rumah rio,biasa, Ngacak-ngajak kamarnya yang super rapih itu,sama si cakdut." jawab alvin eneng.
"kebiasaan deh lo, di bogem rio tau rasa lo." kata iel mengingatkan.
"alah,si rio mah kayak emak-emak,beraninya ngomel doang, sama kita-kita, mana pernah sih dia mukul." cibir alvin.
Iel hanya menanggapinya dengan senyuman.
"ekh yel. Via sukanya apaan sih??" tanya alvin serius. Ia membenakan posisi duduknya menghadap iel.
"bunga,mungkin." jawab iel singkat, tanpa menoleh ke arah alvin.
"oh,pantesan rumahnya udah kayak taman bunga. Tapi biasa amat yak,sukanya bunga." alvin mengerutkan dahinya.
"iya, nyokapnya juga suka bunga."
"ye,nyokapnya sih,gw gak nanyak." ketus alvin.
"tapi via paling suka edelweiss."
"yah, susah donk,nyarinya. Mana ada yang jual, bunga edelweiss??"
"huuh,lo mah gak ada usaha banget sih. Emmh, gw ada sih vin,tempat bagus. Ya..kapan-kapan lo ajak aja via deh kesana." usul iel.
"serius, wah asik dah, sipp,oke bos." alvin langsung berdiri mengambil sikap sempurna dan memberi hormat pada iel.
"i love u iel,muach. Muach."
"apaan sih lo,udah sono mandi. Badan lo udah nyaingin bau kambing noh" ejek iel.
"yee,kupret. Elo tu yang bau kambing." balas alvin, sambil berlalu, menaiki tangga menuju kamarnya.
Iel tersenyum.
"gw tau impian lo buat liat edelweiss langsung,vi.. dan semoga dengan ke tempat itu bareng alvin, lo bakal lebih seneng." batin iel.
Flashback : of
"makasih yel" gumam alvin dalam pelukan via.
"kenapa vin?"
"hah,ekh,nggak ko, emang kenapa?" tanya alvin sok bingung.
"pulang yuk,vin. Kue tart buat ify belum kelar nih." via mulai bangkit.
"oke tuan putri."
keduanya lalu pulang, membawa cinta yang 'mungkin' semakin nyata untuk keduanya...
***
0 komentar:
Posting Komentar