Senin, 30 Desember 2013

Mendung, Lebah dan Bintang

Lihatlah mendung, fahami bagaimana caranya merindu hujan
Begitu indah dalam panggilan-panggilan yang manis
Untuk yang dirindu, dibiarkan diri tergelapi
Dibiarkan diri dirutuki penduduk bumi
Ah, mendung lagi mendung lagi
Pernahkah ia tahu bahwa hujan yang dirindukan justru akan membinasakan?
Pernahkah ia mengerti bahwa hujan yang akan membawanya pada ketiadaan lantas menari dengan pelangi pada akhirnya?
Tak tahukah mendung akan hal itu?
Tentu!
Tentu saja mendung tahu, lantas mengapa ia masih bertahan dalam kerinduan pada hujan yang menyakitkan?

Lihatlah lebah dan fahami usahanya mencapai bunga
Begitu gigih dalam pengharapan yang tulus
Direlakan diri terbang jauh
Bahkan ke tempat-tempat tak terduga
Asing
Hingga sayapnya melemah didera angin
Akankah ia kecewa jika bunga yang dituju mungkin tak bermadu
Akankah ia berhenti saat tahu bunganya dikelilingi belukar berduri
Tidakkah ada yang memberitahu lebah tentang hal ini?
Ada!
Tentu saja ada, lantas mengapa lebah masih dalam usahanya untuk bunga yang tak pasti?

Dan terakhir
Lihatlah bintang, fahami penantiannya pada pagi
Begitu manis dalam setia yang indah
Biar sekitarnya gelap
Biar ia sendiri diejek malam
Biar yang lain meragu pada sinarnya
Tetap dinanti pagi hingga redup terangnya diri
Pernahkah bintang tahu bahwa pagi akan datang hanya jika ia pergi
Pernahkah bintang tahu penghuni langit mengingini pagi dengan mentari
Tak mengertikah bintang tentang hal ini?
Mengerti!
Tentu saja mengerti, lantas mengapa bintang masih setia pada pagi yang melukai?

Mendung, lebah, bintang…
Ada apa dengan mereka?
Tidakkah merasa perbuatannya sia-sia?
Buang-buang waktu saja
Ada apa dengan mereka?
Tidak pernah ada yang tahu jawabannya

Tapi…
Coba lihat apa yang ingin mereka ajarkan
Merindu dengan rindu terdalam
Berusaha dengan usaha terhebat
Setia dalam kesetiaan terbaik
Bisakah kita seperti mereka?
Bisakah kita?


best regard
via

Sabtu, 02 November 2013

Bulan Bintang

Aku adalah yang sedang dalam perjalanan pulang
Dari petang menuju pagi yang terang

Matahari mulai berujar selamat tinggal
Semua jadi senyap, tersaru pekatnya gelap
Sambil terus merapal doa
Kuambil langkah yang pertama
Sepanjang perjalanan
Aku bertemu kerikil dan duri-duri
Bersua kubangan, tanjakan dan tajamnya tikungan
Ah Pagi, untuk bersamamu ternyata tidak mudah
Seringkali aku merasa lelah
Bahkan untuk sekedar maju satu langkah

Saat benar-benar takut dan putus asa
Di langit sana bermunculan titik-titik pembawa cahaya
Aku mengenalinya, orang-orang menyebutnya bintang
mereka berkedip nakal, manis sekali benda langit itu
Bintang mengenalkanku pada kawan karibnya
Namanya bulan
Pemilik sinar mengagumkan
Tidak ada penghuni malam yang lebih cantik dari bulan
Aku menyukai keduanya, bulan serta bintang
Mereka akan jadi kawan perjalananku menjemput Pagi

Aku terus berjalan
Menyusuri malam yang lebih suka terdiam
Tidak pernah ramah
Malam yang selalu dingin dan basah

Aku tidak akan kalah oleh keadaan ataupun gelapnya malam
Bulan dan Bintang telah memberikan cahaya terbaiknya
Mengiringiku, menemani menjadi pelipur sedih dan gusarku
Aku tidak ingin berhenti

Dan lihat! sekarang aku disini
Aku sampai pada tujuanku
Menemui pagi yang selalu kusukai
Pagi yang tak pernah alpa kukagumi

Dan untuk Pagi, aku membawakanmu bingkisan
Buah tangan dari perjalananku tadi malam
Sebuah pesan yang tak boleh terlupakan

Berterimakasihlah pada mereka
Bulan dan bintang...
Tanpa mereka, aku tidak akan sampai disini
tidak akan pernah sampai padamu, Pagi

Berterimakasihlah pada mereka
Bulan dan Bintang
Mereka…
Aku memanggilnya orang tua
Aku mencintai keduanya
Mereka teman dan pelindung paling setia
Tanpa mereka, kita tidak akan pernah berjumpa

Jumat, 01 November 2013

Namaku Indonesia

Namaku Indonesia

Dulu namaku Indonesia…
Ribuan pasang mata dari berbagai penjuru dunia dibalut iri menatapku
Putra-putri kebanggaanku
tumbuh riang gembira, dengan arum manis di kedua tangan mereka
Mata mereka berkilau, lengannya kokoh
Siap menerima tongkat estafet pemerintahan dari para pendahulu

Dulu namaku Indonesia…
Siapa yang tidak ingin menjejakkan kaki di tanahku?
Mencicipi jernih mata airku?
Membungkus pesonaku dalam ingatan?
Lihat alamku… pucuk – pucuk cemara yang bergoyang di lereng bukit
Juga awan putih bersih yang berenang manja di riakan langit
Ah cantik bukan?

Dulu namaku Indonesia… ya… Indonesia
Dengan semboyan ajaib perekat bangsa
Bhineka Tunggal Ika
Dengan nasionalisme yang memerah dalam darah
putih menyumsum dalam belulang

Tapi itu dulu…
sekarang lain cerita
Kini wajahku memar berdarah-darah
Mataku tak pernah kering dari air mata

Putra-putriku, sungguh malang nasib mereka
Putus sekolah hanya karena kurang biaya
Bukan bermain gembira malah harus bekerja
Beban keluarga ditaruh pada pundak-pundak ringkih mereka

Alamku?
Ah entah apa kabarnya
Hutannya gundul dijarah
Ikannya habis diterkam pukat harimau
Bunga-bunganya layu diracuni polusi

Nasionalisme yang dulu galak
Menyentak setiap pemberontak
Bagai hilang digulung gerakan ombak
Habis. Tak ada sisa
Kini, setetes bensin bahkan mampu menyulut petaka
Padahal kalian saudara sebangsa

Aku dibuat merana oleh penguasa dan rakyat yang saling tuduh dan buruk sangka
Aku disakiti, bahkan oleh mereka yang kuberi tanah untuk berdiri
Yang kudekap dalam bumiku ketika mereka mati
Dulu namaku Indonesia
Sekarang aku penuh luka
Tapi….. namaku tetap Indonesia.



best regard
via

Selasa, 25 Juni 2013

Jangan Sedih, Pagi...

Hai pagi!
Kita bertemu lagi.
Masih bersedia membuka hari?
Ah, kamu baik sekali.
Beruntung yang mengenalmu, pagi.

Hai pagi!
Kita bersua lagi.
Bagaimana kabarmu hari ini?
Tampaknya kamu muram sekali.
Jangan sedih, pagi.

Pagi kemana dia?
Iya, dia sang surya?
Bukankah kalian biasa bersama?
Mengapa sekarang dia tidak ada?
Kemana surya?
Mengapa belum datang juga.
Lihat, pagi jadi tak berwarna tanpa kehadirannya.

Pagi, bolehkah aku bertanya?
Kemarin angin mengabariku.
Katanya, kalian sedang berseteru.
Pagi dengan surya, benarkah kalian sedang bersimpang rasa?
Angin bilang, akhirnya surya memilih pergi.
Setelah membuat pagi jatuh hati.
Ah, padahal kalian sangat serasi.
Mengapa surya tega sekali?

Oh ya, aku tahu jawabannya.
Pagi, kemari!
Akan kuceritakan apa yang aku ketahui.

Sebelum petang, aku bertemu surya.
Dia pulang keperaduannya digandengi duka.
Kasihan dia, tampak begitu merana.
Aku menyapanya, lalu kami bertukar kata.
Pagi, surya bilang dia kecewa.
Bukankah kalian sudah berkawan lama?
Mengapa harus ada yang jatuh cinta?
Surya tidak suka.
Surya kesal sekali.
Mengapa pagi pura-pura tuli.
Bukankah sudah berulang kali surya bisiki.
Tentang siapa yang dia ingini.
Tentang siapa yang dia cintai.
Pagi sudah tahu kan?
Bulan, hanya bulan.
Surya memilih bulan, meski mereka sulit dipersatukan.
Surya mau bulan, hanya bulan.
Itulah alasan surya akhirnya pergi.
Dia tak ingin pagi yang baik hati, semakin tersakiti.
Semoga pagi mengerti.

Nah, sekarang pagi telah kuberi tahu.
Sudahlah, jangan lagi sendu.
Penduduk bumi tidak suka pagi yang cengeng.
Berhentilah menangis dan jadilah cerah.

Pagi, ayo berseri-seri lagi.
Bermainlah dengan fajar atau embun yang luruh ke bumi.
Lupakan surya!
Banyak yang membenci keegoisannya.
Percayalah!
Surya akan menuai sesal.
Persis seperti yang pernah aku rasakan.
Sangat menyesal.
Karena salah menetukan pilihan.


best regard
via

Sabtu, 22 Juni 2013

Bianglala

Kalian tahu bianglala?
Beberapa tahun lalu aku menangis melihat benda bundar besar itu. Berputar-putar mengerikan di atas ketinggian. Aku takut, takut sekali.
Tapi Ibu menggenggam tanganku, Ibu bilang bianglala itu baik. Dia tidak akan menyakitiku, apalagi menghempaskanku hingga jatuh.
Dari atas bianglala, aku akan melihat hal-hal baru yang belum pernah terjamah sepasang bola mata kecilku kala itu.
Ibu yakinkan, bahwa aku bukan penakut. Bianglala saja sih bukan apa-apa untukku.

Karena Ibu, untuk Ibu, aku ambil langkah pertama menuju bianglala. Baru saja satu langkah, ah sialnya ketakutan itu kembali menyergapku. Rasanya sakit sekali.
Dalam hati terapal pinta, Ibu, tolong usir rasa takut itu, untukku.
Tanpa perlu berkata-kata, Ibu mengerti ketakutanku. Ibu berjanji akan menemaniku menikmati putaran bianglala pertamaku.
Ah akhirnya, itulah kali pertama aku mengenal bianglala. Ibu, terima kasih atas pengertian untuk segala cemas dan takut yang tak terkatakan.

Kali ini…
Aku dipertemukan kembali dengan bianglala.
Hanya saja, jika dulu orang yang memegang tanganku adalah Ibu, sekarang yang berdiri di sampingku adalah kamu.
Ini memang bukan bianglala pertamaku, entah yang kedua, ketiga atau…ah entahlah itu tidak penting menurutku karena sekarang tetap saja bianglala membuatku takut seperti dulu. Mengapa?
Karena bianglala yang kutemui sebelum ini ternyata membuatku jatuh dan lukanya belum hilang hingga kamu datang, sekarang.
Awalnya, kamu juga meyakinkan aku bahwa bianglala yang kamu perkenalkan kali ini, tidak akan menambah daftar luka yang harus aku obati.
Bianglala yang ada dihadapan kita kan membuat siapapun yang berputar bersamanya, merasa seperti layang-layang. Terbang, ringan.

Karena kamu, untuk kamu, aku belajar berani.
Ini tidak akan sulit. Ya seharusnya tidak akan sulit sebelum tiba-tiba ada yang berteriak di hadapanku. Di depan wajahku. Tepat.
Katanya, kamu tidak akan cocok dengan bianglala itu, kamu tidak cukup kuat untuk menghalau angin yang akan menderamu, lihat saja, kamu hanya akan disakitinya.

Ah, benarkah begitu?
Kamu…
Mengapa malah diam saja?
Tidak bisakah mengatakan sesuatu yang membuatku berani.
Mengapa malah diam saja?
Tidak bisakah merasakan ketakutanku.
Oh ya, mungkin aku berkhayal terlalu tinggi saat berharap kamu mampu mengerti cemasku, mampu merasakan ketakutanku, tanpa aku harus berkata apa-apa, tanpa aku harus bercerita. Ya aku yang berharap terlalu tinggi. Aku yang salah.

Kamu tidak akan mau menemaniku seperti Ibu hahaha tentu saja tidak.
Kamu pasti takut aku akan merepotkan selama perjalanan. Kamu pasti mulai bertanya-tanya, jangan-jangan bianglala yang kamu perkenalkan memang tidak cocok denganku. Kamu mulai ragu. Tapi mungkin, kamu terlalu baik untuk berkata jujur. Mungkin, kamu takut menyakitiku, karenanya kamu memilih diam. Ah ya sudahlah.

Hei kamu, terakhir, aku hanya ingin memberi tahu.
bianglala itu, yang kamu perkenalkan padaku...
Tahukah?
Orang-orang lebih mengenalnya dengan nama sayang.
Bianglala itu, yang kamu perkenalkan padaku...
Sekarang, aku memilih menikmati putaran demi putarannya sendirian.
Ya, aku saja. Sendiri.

Jumat, 07 Juni 2013

Mengapa Abu-abu?

Mengapa abu-abu?
Mengapa bukan hitam saja?
Hitam saja sekalian.
Agar kujelajahi hari dengan emosi, iri, serta dengki.
Agar jelas keburukanlah satu-satunya pilihan untukku.
Agar pasti tiada kawan bagiku, selain kejahatan.
Mengapa tidak hitam saja?
Agar gelap semua.
Agar pahit semua.

Mengapa abu-abu?
Mengapa bukan putih saja.
Putih saja sekalian.
Agar aku jadi cahaya untuk orang-orang yang begitu menyayangiku.
Agar aku melangkah beriringan dengan kebaikan.
Agar hatiku mulia, pribadiku memesona tanpa cela.
Mengapa tidak putih saja.
Agar terasa menyala.
Agar terang semua.

Mengapa harus abu-abu?
Mengapa tidak warna-warni.
Seperti pelangi.
Maka aku akan jadi seberani merah.
Maka aku akan jadi seceria kuning.
Dan selalu menyejukkan seperti hijau.
Ya, pelangi saja.
Biar kedatanganku diharapkan.
Biar kehadiranku dikagumi.
Dan pergiku disesali.
Mengapa bukan pelangi saja.
Agar cerah semua.
Agar indah semua.

Mengapa harus abu-abu?
Abu yang tidak jelas. Abu yang entah bersih atau kotor.
Aku benci abu-abu, yang selalu bertengkar dalam tempurung kepalaku.
Aku benci abu-abu, yang membuat langkahku tersendat-sendat. Yang membuat aku terlalu banyak menimbang. Yang membuat aku perlu jutaan kali memikirkan perasaan orang lain, yang bahkan tidak pernah mau repot-repot melindungi kesakitanku.
Aku benci sisi abu-abu yang ada dalam diriku. Yang perlahan meramurkan siapa aku yang sebenarnya?
Jadi siapa aku?
Putihkah? Pelangikah?
Atau jangan-jangan hitam yang dibenci banyak orang?
Ah, aku takut. Takut sekali.


best regard
via

Minggu, 05 Mei 2013

Kak, hidup itu pilihan?

kak, hari ini hujan
selaksa langit jadi abu-abu
tidak ada yang menarik memang
hanya gumulan awan gelap yang berenang lambat di riakan langit
lantas berubah jadi partikel-partikel air
ya... tapi aku selalu menyukainya

sayangnya, hujan kali ini berbeda
ada yang berubah di sini
di dalam pikiranku

hujan kali ini hilang maknanya
berganti sebuah tanya yang entah di mana akan kutemukan jawabnya

kak, hidup itu pilihan. benarkah?
lantas bagaimana dengan aku?

suara dan tawamu
aku belum (atau bahkan mungkin tidak akan pernah) bisa memilih yang mana di antara keduanya
yang paling ingin aku dengar

kak, hidup itu pilihan. benarkah?
lalu bagaimana dengan aku?

senyum dan caramu tertawa
sampai detik ini bergulir, aku juga tidak bisa memilih mana di antara keduanya
yang lebih aku sukai

kak, hidup itu pilihan. benarkah?
lantas bagaimana dengan aku, kak?
boleh aku memilih tidah usah mengenalmu?

hidup itu pilihan?
jika benar, SUNG-GUH...
aku tidak akan memilihmu
SUNG-GUH
aku tidak akan memilih menaruh hati pada orang yang bahkan tidak mengulurkan satu tanganpun untuk menyambutnya

kak, hujannya berakhir
dan pertanyaan-pertanyaanku?
AH, biar anak-anak angin yang membawanya serta
mungkin hanya akan sia-sia
terselip di antara pucuk-pucuk angsana
atau menguap bersama udara
kecuali...
jika kakak mau menuliskan jawabannya.


06-10-12 20:40

Minggu, 28 April 2013

Malaikat Hidup Gue (part 3) repost

Well ini sebenarnya cerbung lama yang udah pernah gue post tahun 2010an kalo nggak salah. tapi waktu itu tulisannya masih berantakan banget, jadi iseng-iseng gue betulin tulisannya dan sedikit alurnya yang juga nggak keruan, habis itu gue repost. kalau yang ada waktu buat baca lagi, silakan dibaca lagi, kalaupun nggak ya ini kayak yang gue bilang tadi cuma sekedar iseng-isengan aja.

*

Malaikat Hidup Gue Part 3

***

"Fy lo jadikan pura-pura pacaran sama gue?" bisik Rio pelan pada saat jam pelajaran matematika berlangsung.

Ify memutar kedua bola matanya, "tadinya sih gue ok aja mau bantuin lo, tapiii...berhubung tadi pagi aja lo udah bikin gue gondok setengah mampus, jadi ya..." ify menggantung kata-katanya.

"eh fy, kalo lo nggak mau bantuin gue, gue bikin hidup lo nggak tenang. I promise," ancam rio fasih.

Ify mendelik, "jah, ngancam pula, gue nggak takut."

Rio merengut, memamerkan ekspresi kecewa yang menurut ify mirip seorang bocah yang tidak dipenuhi keinginannya.

"muka lo biasa aja kali. Iya, iya, gue bantuin."

Rio mengangkat sebelah alis matanya, "well berarti entar malam lo ke partynya shilla sama gue. dandan yang cantik, jangan malu-maluin, gue mau gelar konfrensi pers tentang hubungan baru kita," pesan rio panjang lebar.

"bawel," cela Ify, kesal.

"hai rio," sapa shilla, gadis itu menghampiri tempat duduk rio dan ify, tersenyum manis hanya pada salah satu dari dua orang di hadapannya, "kamu datang kan ke birthdayku nanti malam?"

"Lihat entar deh," balas Rio ketus.

Shilla mengangguk pelan, lantas segera kembali ke kursinya, tidak ingin kejadian bentak-membentak tempo hari terulang lagi.

*

jam istirahat sudah berbunyi sekitar lima belas menit yang lalu. rio yang tadi memisahkan diri dari kawan-kawannya menuju perpustakaan, sekarang memilih bergabung dengan mereka yang duduk berkeliling di kantin.

"kemana aja lo Yo? baru nongol, untung ni kantin belum dikosongin sama si Ify," kelakar Alvin yang dibalas plototan menyeramkan dari Ify.

"Cari referensi tugas," jawab rio singkat, lalu matanya mulai berkeliling mengamati seisi kantin, tanpa sengaja sepasang bola mata rio terpagut tepat pada coklat jernih milik Ify yang baru Rio sadari duduk tepat di hadapannya, "apa lo ngeliatin gue, ganteng?" sengak Rio.

"idih muka nggak beraturan gitu, lo bilang ganteng??" ejek ify tak mau kalah.

"terserah deh, susah ya ngomong sama orang susah," Rio mengibaskan satu tangannya, tak acuh.

"lo tu blangsak, dasar rese!" gerutu Ify kesal. benar-benar tidak tahu diri pemuda di depannya ini, sudah meminta bantuan padanya bukannnya bermanis-manis ria malah bersikap menyebalkan seperti itu. huh awas saja.

"Udah deh kalian ribut mulu deh, saling suka baru tahu rasa lho," komentar Via.

"Gue sih nggak mungkin suka sama Ify, Vi. nggak tau deh kalau tu cewek aneh naksir gue," Rio mengaduk-aduk jus mangga yang baru saja diantarkan pelayan ke mejanya.

"Idih sarapan apa lo tadi pagi? PD amat, bung?" Cibir Ify, "gue juga ogah kali sama lo."

"Ya we'll see, jangan panggil gue rio kalo gue nggak bisa bikin lo suka sama gue."

"kalau bukan rio, terus gue panggil lo apa dong? Paijo?" Gabriel menatap Rio sok polos.

Rio berdecak, "Ck, whatever."

*

Drrt, drrt.

ify merasakan handphone dalam sakunya bergetar.

From : Rio kunyuk
jam 7 gue jemput di rumah lo, gue nggak suka nunggu jadi be on time.

Ify segera mengetikkan beberapa kalimat untuk membalas pesan singkat dari Rio.

To : Rio kunyuk
sipp, kunyuk.

From : Rio kunyuk
lo tu, kuyuk!

To : Rio kunyuk
bisa nggak sih lo nggak usah cari ribut sama gue?

From : Rio kunyuk
nyuruh gue? siapa lo?

To : Rio kunyuk
calon pacar lo kan? apa nggak jadi aja sandiwaranya?
kalo lo nggak bersikap baik ke gue, gue nggak bakal mau bantu lo. I seriously.

Rio tidak membalas pesan Ify, sepertinya ancaman gadis ini tadi cukup berefek.

*

seorang gadis sedang duduk termenung sendirian, terpaan angin kecil membuat rambutnya bergerak-gerak. sudah berkali-kali ia melihat jam merah muda yang melingkari pergelangan tangannya.

"Huuuh," gadis itu membuang napas, "Bosan," keluhnya.

"via, kok belum pulang?" sapa Gabriel pada gadis itu.

"eh gabriel, iya ni."

"pulang bareng aku aja yuk!" tawar gabriel.

sejenak via terdiam, belum sempat ia memjawab, sosok jangkung itu menghampirinya dan Gabriel. Ia Alvin.

"via sorry ya lama. eh gab, belum balik lo?" sapa Alvin.

"ini mau balik, ya udah gue duluan ya," Gabriel tersenyum tenang. biar, biar hatinya saja yang bergolak tapi tidak dengan bahasa tubuh atau air wajahnya. ia sudah terlatih, ia harus pandai bersandiwara, berlagak semua selalu baik-baik saja. itu sudah jadi keahliannya kan? Ya seperti yang tadi dikatakan, Gabriel sudah terlatih.

*

To : Ify bawel
gue udah depan rumah lo. buruan keluar kita udah telat.

Tak berapa lama ify keluar. gadis itu terlihat manis dalam balutan dress putihnya, rambut panjangnya dibiarkan terurai indah membingkai wajahnya.

Rio menaikkan sebelah alis matanya, "manis," komentarnya singkat.

Ify menunduk, mendadak jadi tersipu-sipu mendengar pujian dari Rio yang hanya satu kata itu.

Rio membukakan pintu mobilnya, mempersilahkan Ify masuk. tak berapa lama sedan kesayangan rio sudah menyusuri jalanan kota bandung yang mulai meremang. Rio berkonsentrasi pada kemudi mobilnya. Malam itu, tak kalah dengan ify, rio pun terlihat lebih lebih lebih tampan dari biasanya (dengan terpaksa Ify harus mengakui bahwa wajar saja banyak siswi-siswi Citra Bangsa yang tertarik pada pemuda di sebelahnya). Untuk menghadiri pesta ulang tahun shilla malam ini, Rio memilih berpenampilan semi formal, ia mengenakan kemeja putih yang lengannya digulung hingga ke siku, dipadu padankan dengan dasi dan celana berwarna hitam, serta sepatu cats warna putih. simple but cool.
Malam ini, ify dan rio terlihat sangat cocok. wajah dan postur tubuh mereka hampir mirip, keduanya juga memiliki senyum yang sama-sama manis,ah apa mungkin dua insan yang hobi beradu mulut ini berjodoh? entahlah.

Tak berapa lama mobil rio terhenti di depan halaman sebuah rumah megah, hingar bingar pesta terdengar dari luar.

"ayo fy," rio mengulurkam tangannya.

"lo yakin ni Yo, kita... pura-pura pacaran?" ekspresi wajah Ify nampak cemas, "Kalo abis ini gue dicakar-cakar sama fans lo gimana?"

"believe me, everything gonna be ok."

perlahan ify mengulurkan tangannya. saat rio menggenggamnya, pemuda itu bisa merasakan tangan ify sangat dingin. rio tersenyum menenangkan ke arah ify, gadis manis itu balas tersenyum meski terlihat dipaksakan.
kedatangan rio dan ify di pesta shilla malam ini menyita perhatian beberapa pasang mata. keduanya berjalan santai menuruni undakan-undakan batu berhias deretan lilin. Dengan nuansa pakaian yang senada dan senyum yang mengembang dari keduanya, sungguh merena nampak seperti king n' queen pestanya shilla. mata-mata usil itu masih saja menguntit setiap pergerakan Rio dan Ify yang sekarang tengah berjalan kearah teman-teman mereka yang berkumpul di tepi kolam renang. Ada Alvin, Gabriel, Via, beberapa teman sekelas mereka yang lain dan juga Shilla yang menatap tidak suka pada gadis yang berjalan bersisian dengan Rio.

"Astagaaa...tampar gue Vin, tampar gue," ujar Gabriel saking terpesonanya melihat dua makhluk itu (Rio dan Ify) akhirnya bisa akur.

PLAK
sebuah tamparan keras mendarat di pipi kanan Gabriel.

"AAAW," gabriel tersentak dihadiahi tamparan seperti itu oleh saudaranya, "apa sih lo Vin? main tampar-tampar aja. sakit ya lo?" gerutu Gabriel mencak-mencak.

"Kan tadi lo yang minta," jawab Alvin sok polos.

"Hai guys," sapa Ify ramah.

Rio dan Ify nampaknya memang terlambat, acara potong kue dan tiup lilin pun sepertinya telah usai.

"hai Rio, kok telat sih?" Shilla beramah-tamah pada Rio, mengabaikan sapaan Ify sebelumnya, "padahal tadinya potongan pertama kue ulangan tahun aku mau buat kamu lho," Shilla memamerkan senyum terbaiknya. gadis itu cantik, ify tentu saja bukan saingannya. apalagi, malam ini, shilla benar-benar seperti barbie dengan long dress dan tatanan rambut yang sempurna. tapi tetap saja, toh secantik apapun Shilla, gadis itu tidak pernah berhasil menawan hati Rio.

"Kenapa nggak lo kasih ke cowok lo aja," sahut Rio, dingin.

Shilla tersipu, "akan belum punya cowok yo."

"Iya doi nungguin lo, Yo. masak lo nggak faham sih?" imbuh Alvin.

"Gue udah punya Ify, cewek gue."

hanya enam kata tapi mampu membuat siapapun yang mendengar pernyataan Rio barusan terlongong-lomgomg sambil berseru "HAAAH???" secara bersamaan. oh my good ini benar-benar keajaiban. bukankah dua makhluk ini tidak pernah akur, setiap pertemuan mereka selalu saja diwarnai perdebatan, bagaimana bisa keduanya jadi sepasang kekasih? belum selesai keterkejutan yang lain setelah mendapat pengumuman kecil dari Rio tadi, tiba-tiba semuanya dikagetkan dengan bunyi...

BYUURR

"Lo nggak pantes buat Rio. nggak pantes," Shilla mendorong Ify ke dalam kolam renang. setiap pemilik mata yang menyaksikan peristiwa pendorongan itu membelalak tak percaya. Shilla yang mereka kenal anggun, ternyata bisa seanarkis itu hanya karena seorang pemuda.

Tanpa babibu rio langsung terjun ke kolam renang, beberapa saat tak ada yang muncul di permukaan air kolam, sejenak shilla ketakutan. setelah sekitar 5 menit berselang barulah rio muncul, dengan susah payah ia membawa ify yang terbatuk-batuk.
Sivia membantu, ia segera menyelimutkan jaket alvin ke tubuh ify dan memeluknya.

"apa-apaan sih lo shil? nggak punya otak lo?" bentak rio kasar.

"semua juga gara-gara lo tau, gara-gara lo!" shilla berteriak sambil menangis, berlari secepatnya ke dalam rumah.

dan pesta perayaan ulang tahun shilla malam itu, benar-benar hancur. hancur seperti hati shilla.

*

via masih tertegun, sepucuk surat dan setangkai mawar putih masih digenggamnya.

mentariku telah ada yang memiliki
tapi aku masih tetap memujanya
karena aku masih sangat membutuhkan sinarnya untuk bertahan
semoga kekagumanku terhadapnya, takkan mengusik kebahagiannya dengan orang pilihannya

begitu isi suratnya. sederhana tapi cukup membuat via bertanya-tanya. siapa pengirim dua benda yang ada di tangannya ini? mungkin kah Alvin?
setelah meletakkan tasnya, via memutuskan untuk berjalan-jalan keluar kelas karena kelasnya masih sangat sepi, saat melewati beberapa kelas, telinganya sudah sangat pengang menangkap sindiran-sindiran menyakitkan tentang sahabatnya dan kejadian semalam.

"si ify pakai dukun kali ya, jelas-jelas kalo si rio waras pasti pilih shilla lah," celetuk seorang siswa.

"atau nggak dia ngancem bunuh diri kali ke rio kalo nggak dipacarin," tambah yang lain.

"emang pangeran es kayak Rio mempan diancam?" balas siswi berbando putih.

"heh" sentak via, "sekali lagi lo ngomong kurang ajar tentang ify, gue kepang lidah lo pada," ancam via, galak.

Dari arah parkiran ify dan rio berjalan santai. Ify masih terlihat pucat dan lesu, jaket rio tersampar dipundaknya, rio terus menggenggam tangan ify yang terasa hangat.

"kenapa nggak istirahat aja dulu di rumah sih, fy?" saran rio.

"gue nggak apa-apa kok," jawab ify lemah, ia menyandarkan kepalanya ke pundak rio.

Mereka berjalan menyusuri koridor-koridor kelas diiringi tatapan jealous, tak menyangka, marah, mencibir, dari berpasang-pasang mata. tapi toh ify maupun rio bergeming. Keduanya sudah sepakat dan tau konsekuensi atas sandiwara ini. Saat di depan kelas, ify dan rio berpapasan dengan shilla, shilla menatap marah pada ify..

Dukk

shilla menghentakan kaki kanannya dengan keras, lalu sengaja menyenggol kasar pundak ify saat berjalan keluar. Rio menatapnya galak.

"udah baikan fy?" tanya via, ify hanya mengangguk samar.

*

"pagi anak-anak," sapa pak tono, guru sejarah yang mengisi jam pertama di kelas XII IPA 1.

"pagi pak," koor anak-anak.

"hari ini kita ulangan!"

"hah? Ulangan apa pak?" tanya danang.

"ya ulangan sejarahlah, masa ulangan tatabogaa. emang kamu fikir saya guru mata pelajaran apa?" jawab pak tono, ketus.

Dengan peraraan kesal setengah mati semua anak terpaksa pasrah, tawakal berserah diri pada tuhan yang maha esa perihal nilai ulangan mereka hari ini.

"kerjakan 30 menit dari sekarang!!!"

Semua murid langsung diam, kelas hening. Hanya terdengar goresan pena di atas kertas yang berlomba dengan waktu.

"waduh mampus gue, gimana ngerjainnya ni," keluh danang, "AHHHAA!" serunya beberapa detik kemudian, ia lalu mengangkat pulpennya dan menulis dengan cepat. belum genap sepuluh menit, danang sudah merapikan kertas ulangan dan alat tulisnya.

"lo udah kelar, Nang?" tanya rizky.

"udah dong!"

"liat dong!"

"ni!" danang mengangsurkan lembar jawabannya kepada Ozy.

nama : M. Danang Pratomo.
kelas: XII IPA 1
mata pelajaran : sejarah


jawaban.

1. ada dibuku hal 48
2. ada di LKS hal 21
3. ada di catetannya rio.
4. sama kaya rio
5. sama kayak rio

rizky melongo...

"lo apa-apaan Nang?" tanya rizky.

"udah jangan bawel, rio kan pinter ya udah gue tulis aja begitu," jawab danang enteng.

"sarap lo!" cela rizky, kemudian kembali menulis.

"nulis apaan lo Ky? tau jawabannya? perasaan otak lo sebelas duabelas deh sama gue," tanya danang.

"ya, gue ngikutin jawaban lo lah.

1. sama kayak Danang
2. sama kayak Danang
3. sama kayak Danang
4. sama kayak Danang
5. sama kayak Danang

ckckck parah.

gabriel juga tak jauh beda, ia masih berkutat di soal terakhir.

"apa perbedaan corak candi di jawa tengah dan candi di jawa timur?"

ia berkali-kali mengacak rambutnya, frustasi karena tidak mampu mengingat jawabannya sama sekali.

"time is over!" seru pak tono.

"waduh gawat, gue asal aja deh daripada nggak diisi," gabriel putus asa.

akhirnya ditulislah jawaban sebagai berikut,
candi jateng adanya di jateng dan candi jatim adanya di jatim.

*

"hai guys!" sapa gabriel yang baru bergabung dengan teman-temannya di kantin.

"hai Gab" balas via.

Beberapa saat pandangan mereka beradu, keduanya saling melempar senyum. riolah orang pertama yang menyadari adegan saling-pandang-dan-tebar-senyum tadi, pemuda itu menggeleng yang percaya.

"kemana aja lo, Gab? tadi dicariin tau," kata Ify.

"dicari siapa?" tanya Gabriel.

"malaikat pencabut nyawa, mau nanya lo udah siap belom katanya," seloroh Ify dengan niat bercanda.

DEGG

Gabriel merasakan hatinya seperti mencelos dari tempat semula setelah mendengar kata-kata Ify barusan, ia langsung pucat.

"hahaha becanda kali Gab. yaelah nggak usah pucet gitu!" Ify tertawa geli, sementara Gabriel hanya tersenyum masam.

"vin!" panggil rio pada pemuda sipit yang duduk di sebelah Via.

"hmm?"

Rio melirik Gabriel dan Via bergantian, "kalo seandainya ya Vin, sodara atau sobat lo deh yang udah deket banget sama lo, ternyata dia suka sama via. nah lo mau gimana tuh?" Rio tersenyum miring, merasakan perubahan ekspresi pada Gabriel dan Via.

Via mulai bergerak tak nyaman di tempatnya, sedangkan Gabriel memandang Rio dengan tatapan tidak suka.

"ya gue bakal pertahanin vialah, gimana pun caranya, kan via punya gue. cinta tu butuh pengorbanan bro," jawab alvin tagas.

Rio mengangkat bahu, "well done," timpalnya singkat.

tak berapa lama setelah percakapan Rio dan Alvin berakhir, bel tanda masuk pun berbunyi. mereka bergegas kembali ke kelas untuk melanjutkan pelajaran. setelah ini siswa siswa XI IPA 1 masih harus berkutat dengan matematika, bahasa inggris, lalu ditutup oleh pelajaran kimia.

*

"SENENG LO?" sentak shilla secara tiba-tiba, membuat seorang pemuda cantik yang berdiri asyik memainkan gadgetnya terperejat. belum sempat gadis itu menimpali bentakan pertama, shilla sudah meluncurkan bentakan-bentakan yang lainnya, "seneng lo fy udah hancurin semuanya, HAH?"

"Maksud lo apa sih?"

"jangan sok bloon gitu deh. lo seneng kan bikin gue patah hati, udah gitu lo juga hancurin pesta ulang tahun gue. lo ada masalah apa sih sama gue? IRI HAH?"

saat ini ruangan kelas XI IPA 1 sudah sepi. bel tanda pelajaran usai sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu. ify hanya sendiri di ruangan ini karena tadi rio bilang pamit sebentar untuk ke toilet. Rio dan Ify memang janjian untuk berangkat dan pulang bersama demi mendukung sandiwara mereka.

"lo pasti pake dukun kan buat dapetin rio," tuduh shilla.

Ify tersenyum meremehkan, "kampungan banget sih lo masih percaya sama begituan." ejeknya.

"whatever deh lo mau ngomong apa yang jelas, LO-HARUS-PUTUSIN-RIO-SEKARANG!" tegas shilla, dua bola mata hitamnya menatang manik coklat mata Ify.

"apa?"

"putusin rio atau lo bakal nyesel."

"lo kira gue takut sama ancaman lo?"

"gue nggak bercanda, PUTUSIN RIO!!!" raung shilla.

Ify masih bersikap santai, melipat kedua tangannya di dada, "trus kalopun Rio putus dari gue, apa lo pikir dia mau sama lo?"

"KIARA SAUFIKA,PUTUSIN RIO, dia itu punya gue!!!"

"NGGAK AKAN!!!"

"PUTUS!!!"

"NGGAK!!!"

Shilla sudah mengangkat telapak tangan kanannya tinggi-tinggi, siap mendaratkan satu tamparan di wajah mulus ify.

"CUKUP!" teriak rio yang berdiri di ambang pintu.

"rio," ify berlari menyongsong kedatangan rio, lantas memeluk mesra tubuh jangkung pemuda itu dengan sengaja di hadapan shilla, "Shilla maki-maki aku yo!" adunya, kemudian menjulurkan lidah ke arah shilla.

"BOHONG," bela shilla.

"DIAM!!! lo tu rese banget ya jadi cewek. gue peringatkan sekali lagi lo nyakitin ify, lo bakal terima akibatnya," ancam rio, ekspresinya terlihat begitu marah.

"tapi dia-"

"ayo fy kita pulang!" rio menggandeng ify, keluar.

sebelum melewati ambang pintu, ify memandang dengan tatapan yang berarti lo-udah-kalah, gadis berdagu tirus itu balik mengangdeng tangan rio dan berjalan dengan senyum kemenangan. senang sekali bisa membuat shilla semarah itu, anggap saja yang barusan adalah balasan untuk aksi pendorongan ke kolam renang tempo hari.***

*

"huuuh, selamat deh gue. coba tadi lo telat sebentar aja yo, abis deh pipi gue sama tu nenek lampir," keluh ify, ketika mobil rio berjalan lambat keluar dari lapangan parkir SMA CITRA BANGSA, "tanggung jawab lo tu yo. Si shilla jadi bringas begitukan gara-gara lo padahal dulunya dia anggun lho, walaupun dulu ataupun sekarang tetep aja gue nggak suka sama gayannya," cerocos ify panjang lebar.

Ify tidak menunggu rio membalas celotehannya, sekarang gadis ini sudah faham betul bahwa rio ini adalah tipe orang yang bicara kalau ada perlunya saja, jadi ia tidak begitu peduli apakah rio akan menanggapinya atau tidak.

tak berapa lama, sedan rio menepi tepat di depan rumah ify, "thanks ya yo," Ify tersenyum singkat.

"maaf ya fy, gara-gara bantuin gue, lo jadi berantem sama shilla," rio akhirnya buka suara.

"udahlah nggak usah difikirin yo, shilla emang gitu, apa yang dia mau harus selalu dia dapetin, nggak aneh. asal lo jangan ke-PD-an aja ya, berasa direbutin dua cewek gitu. inget! kalo gue sih cuma pura-pura."

"ye, siapa juga yang ke-PD-an?"

"elo tu yang kePD-an."

"elo kali."

"elo."

"elo."

"tau ah, capek."

"capek kenapa?"

"ngomong sama lo."

"ya udah diem."

"ini juga diem"

"itu masih ngomong?"

"iiiiiihhhh rio, gue tu gemes bangat tau nggak sama lo. rese banget siiiiiih?" ify mengulurkan kedua tangannya, mengacak-acak rambut rio dengan semangat.

"Ifyyyyy, rambut gue rusak!!!" keluh rio.

"nggak kok, tetep keren."

"tumben lo puji gue?

"biarinlah bikin lo seneng, sekali-kali. muka kayak lo pasti nggak pernah dipuji kan. udah ah, gue masuk dulu ya daaahhh," ify keluar dari mobil rio, lantas melambaikan tangan dan mengantarkan kepergian rio beserta sedan hitamnya dengan seulas senyum..

*

setelah dibuat frustasi dan depresi oleh pelajaran kimia yang disusul ulangan fisika, akhirnya siswa kelas XI ipa 1 bisa meloloskan diri. Ini waktunya merela melepas lelah, duka dan nestapa mereka di kantin.
Sebuah meja di sudut kanan kantin sudah diisi oleh tiga mahkluk terlanjur tampan lengkap dgn bidadari-bidadari cantik pendampingnya. keseluruhan dari mereka memasang wajah shock dan putus asa. Kecuali rio yang masih konsisten memajang wajah dinginnya.

"kalo gue jadi presiden, bakal gue hapusin tu pelajaran kimia dari bumi pertiwi tercinta ini," tegas Gabriel dengan nada bicara yang super duper merana.

"minggu lalu katanya MTK yang mau lo hapusin, gab?" kata ify.

"katanya fisika?" tambah via.

"tiga hari yang lalu lo bilang bahasa inggris yang mau lo musnahkan?" imbuh alvin.

"kemarin lo bilang sejarah Gab?" tambah rio.

"ckckck, sekalian aja lo gusurin semua sekolah Gab" decak Ify.

"ide bagus tu, Fy. Negara kan jadi nggak perlu gaji guru dan menteri pendidikan ya," jawab gabriel sekenanya.

"by the way kalo difikir-fikir, sekarang di antara kita bertiga, cuma lo doang deh Gab yang nggak punya cewek," alvin mengamati saudara angkatnya itu dari ujung rambut sampai ke pangkal kaki, seolah sedang mencari tahu apa yang salah dari gabriel, sampai-sampai pemuda tampan ini sampai sekarang belum punya gandengan, "kita cariin pacar yuk, Yo" usul alvin seraya melirik rio.

"jangan!" seru via tiba-tiba. semua kontan melirik ke arahnya.

"kenapa emangnya?" tanya alvin curiga.

"mmm...maksud aku, jangan. ya...itukan urusan pribadinya gabriel," jawab via gelagapan.

"iya, benar tu kata via, lagian emang gue se-nggak laku itu apa sampai harus dicariin pacar segala," tambah iel.

"iya jangan gabriel kan udah mengharapkan seseorang," celetuk rio usil.

"apaan sih lo? sotoy banget," gabriel sewot.

"eh, eh, gimana kalo gabriel sama shilla aja? cantik sama ganteng. Ketua osis sama kapten basket, cocok kan?" usul ify.

"idih jangan mau Gab," Rio bergidik.

"kenapa? shilla kan cantik, cocok kali," sela Alvin.

"cantik dari mana? Cantikan juga ify kali," sanggah rio.

"wohooo iya dong ify gitu kan," ify tersenyum sumringah.

"eh, nggak jadi deh, cantikan kamu aja via," ralat rio seraya tersenyum ke arah via.

"CANTIKAN GUE TAUUU," teriak ify tidak suka.

"aduh ify, lo tu bisa nggak sih yang kalem, yang mamis kayak via. jangan teriak-teriak kayak tarzan di siram air keras gitu. malu-maluin!" rio menutup kedua telinganya.

"duh makasih rio, di puji terus daritadi," balas via lembut.

"sama-sama," jawab rio tak kalah lembut.

"wadohh ify kemana ya? nggak lihat ni cowoknya muji-muji sobatnya sendiri,"ify menyindir, rio mendelik, "lho kenapa berhenti? Ayo terusin aja, ifynya nggak ada kok," lanjutnya sambil beranjak pergi. Setelah beberapa langkah menjauh, ify kembali, "rio!"

"apa?"

"kok nggak ngelarang gue pergi?" ify manyun.

"ya ngapain gue larang? siapa tau lo kebelet poop dari pada keluar di sini? gimana?" jawab rio polos.

"via lo kok mau sih tadi dipuji-puji sama cowok sarap macam si Rio?" tanya ify marah.

"siapa juga yang nggak mau dipuji cowok ganteng," ujar via santai, senang sekali mengusili sobat baiknya sampai manyun-manyum begitu.

"Via jangan kegenitan deh," alvin melirik sinis, yang dibalas cengiran lebar dari gadisnya.

*

siang itu sangat terik, mentari bersinar begitu hebat, seperti berniat memanggang bumi. terpaan angin kecil di sela dedauanan tak lagi terasa menyejukkan. Tapi kelima, pemuda ini masih bersemangat. berlarian di lapangan dengan bola yang dipantul-pantulkan lincah oleh tangan mereka. Gabriel, Rio, Alvin, Cakka, dan septian, mereka adalah pemain inti dari tim basket SMA CITRA BANGSA. Mereka memang lebih sering berlatih basket akhir-akhir ini, mengingat pertandingan basket tingkat nasional akan berlangsung beberapa minggu lagi.

"Break-break!" Gabriel sebagai kapten tim basket terpilih, memberikan instruksi agar timnya beristirahat. pemuda itu nampak pucat dengan keringat yang mengalir deras menuruni pelispisnya. gabriel memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri, ia yakin tidak akan sanggup untuk melanjutkan latihan siang ini, "latihan siang ini udahan sampai sini dulu aja, guys," gabriel duduk berselonjor di tepi lapangan.

"lo kenapa? sakit?" Alvin menghampiri Gabriel, mengangsurkan sebotol air mineral untuk pemuda itu.

Gabriel hanya menggeleng. tidak ingin bicara apa-apa. ia sedang konsentrasi merasakan nyeri yang kini membuat matanya berkunang-kunang.

"Nggak usah bohong? lo kenapa sih, kok akhir-akhir ini kelihatan sering nggak sehat," kini ganti Rio yang mengintrogasi gabriel.

"Gue nggak apa-apa. udah ah jangan pada lebay," Gabriel berusaha tersenyum menenangkan.

Ya, gabriel tidak apa-apa. sungguh. semuanya baik-baik saja. akan selalu baik-baik saja. selamanya. semoga.

***

best regard

via

Kamis, 18 April 2013

Malaikat Hidup Gue (part 2) repost

Well ini sebenarnya cerbung lama yang udah pernah gue post tahun 2010an kalo nggak salah. tapi waktu itu tulisannya masih berantakan banget, jadi iseng-iseng gue betulin tulisannya dan sedikit alurnya yang juga nggak keruan, habis itu gue repost. kalau yang ada waktu buat baca lagi, silakan dibaca lagi, kalaupun nggak ya ini kayak yang gue bilang tadi cuma sekedar iseng-isengan aja.

*

Malaikat Hidup Gue Part 2

*

Sore ini indah dengan cipratan keemasan di ufuk barat dan pulasan jingga yang menyeret setiap insan dalam ketenangan. Sore ini menakjubkan, seperti pemandangan di depan Via. Di hadapan gadis berlesung pipi itu berdiri sebatang pohon yang entah bagaimana disulap menjadi begitu menawan. Pohon itu dipasangi foto-foto Via, dalam berbagai gaya dan usia. Foto via kecil yang menggenggam arum manis raksasa, foto via dengan ekspresi kesal yang luar biasa saat ospek SMP, foto saat Via tersenyum, tertawa, membaca, makan, semua lengkap dan digantung dengan pita-pita ungu terang. Terpaan sisa-sisa cahaya mentari yang jatuh disela-sela dedaunan menambah syahdu suasana sore itu. Sedang asik-asiknya mengagumi pemandangan dihadapan Via, gadis itu dikagetkan dengan suara ledakan balon tepat di depan wajahnya. Segulung kertas jatuh dari dalam balon. Via memungut dan membuka lintingannya, gadis itu kian tersipu membaca tulisan yang menyemut rapi didalamnya.

bahkan senja paling sempurna pun tidak bisa menyaingi cantik dan menawannya kamu.

"Vin, semua ini, kamu yang buat?" Via bertanya pada pemuda jangkung di hadapannya yang tadi sempat terabai kehadirannya karena Via terlalu sibuk mengagumi pemandangan yang tertangkap kedua mata indahnya.

"hehehe," alvin hanya menyeringai, "semoga suka ya," lanjutnya.

Via mengangguk, "Banget, suka banget vin."

Alvin lantas berjalan mendekat, hingga jaraknya dengan Via hanya beberapa centimeter. Pemuda itu memagut pandangan gadisnya dengan tatapan yang sangat meneduhkan, "i love you," bisiknya lembut, "would you be mine, Via?" katanya dalam dan sungguh-sungguh.

"Vin... ini serius?"

Alvin menganggung singkat.

"Tapi aku fikir... kita kan sahabat dan... dan..."

"Apa udah ada orang lain di hati kamu?"

"Bukan gitu, tapi nggak nyangka aja kalo..."

"Aku sayang sama kamu Vi, udah lama. Aku tau kita sahabat, tapi aku rasa itu bukan masalah."

Via malah menunduk memainkan ujung-ujung kaos yang ia kenakan. Ada perasaan yang berkecamuk dalam hatinya, perasaan yang sulit dijelaskan. keraguan, ketakutan atau entah apa. Via menatap cemas pemuda di hadapannya. Alvin baik, ia sempurna, bodoh jika Via melepaskan pemuda sesempurna Alvin. Tapi benarkah Alvin adalah yang terbaik ataukah ada yang lain di tempat lain yang lebih bisa meyakinkan dan membuatnya bahagia?
Sivia terdiam sejenak, membuat alvin berdebar tak keruan.

"Gimana Vi, apa aku udah boleh dapet jawabannya?" tanya Alvin, "Tapi kalo kamu butuh waktu, aku bisa kasih kamu waktu sebanyak-banyaknya."

Via menarik napas, memantapkan hatinya. Hidup adalah pilihan dan pilihannya adalah...

"iya, vin." via mengangguk, lalu tersenyum manis.

Sedetik kemudian, Alvin memeluk via erat sekali, Via baru menyadari ternyata sejak tadi keringat dingin bercucuran membasahi tubuh pemuda itu, "makasih vi, makasih. Aku janji nggak akan kecewain kamu," lirih alvin.

Via membalas pelukan Alvin, berharap menemukan keteguhan dalam dekapan pemudanya.

Kegundahan tetap menyapa meski indah telah menjelma.
Meski tak terbaca, meski tak tersibak, tapi ada yang tak terpungkiri.
Ada cinta lain yg lebih diharapkan.
Ada ikatan lain yang telah lebih dulu menjerat hati.
Meski lagi-lagi semua hanya terungkap dalam diam.

Tak jauh dari tempat via dan alvin, sepasang mata memandang nanar pasangan baru itu, "gue nggak tau kalo rasanya bakal sesakit ini," lirih orang itu.

*

Hari ini pelajaran dikelas XI IPA 1 diawali oleh trigonometri dari bu Sasha, semua murid berusaha fokus pada rentetan akar dan rumus dihadapan mereka,tapi nihil. Trigonometri tetap tak mau singgah di otak mereka.
Semakin mereka memperhatikan, yang ada malah membuat mereka ingin buang air atau mual-mual. Setelah lolos dari trigonometri yang mematikan, pelajaran keduanya adalah fisika dengan materi cermin. Arrghh, ini tidak lebih baik. Kepala anak-anak XI IPA 1 sudah mulai berasap. Di saat-saat seperti ini bel tanda istirahat terdengar bagai nyanyian dari nirvana.

"Guys sebelum istirahat, gue minta waktunya sebentar ya," Shilla berdiri di depan kelas, memberikan pengumuman sebelum teman-temannya beranjak dari tempat duduk untuk beristirahat, "Tiga hari lagi kan ulang tahun gue. So, gue mau ngundang kalian semua datang ke party gue, dijamin seru deh, datang ya," ujar shilla diakhiri senyum manis dan lirikan penuh ari hanya ke arah rio meski yang dimaksud malah asyik dengan gadgetnya. jelas sekali bahwa gadis ini sangat mengharapkan kedatangan Rio.

*

Matahari tampaknya sedang on fire. Ia bersemangat sekali mencurahkan sinarnya pada bumi. membuat penghuninya dilanda panas dan gerah yang berlebihan, terutama yang baru selesai jam pelajaran olahraga seperti siswa-siswa kelas XI IPA 1.

Ify menggerak-gerakkan tangannya di depan wajah, "Gila panasnya nyiksa ni," keluhnya.

"Ni..."

Ify menoleh, di sampingnya Rio telah duduk berselonjor, entah sejak kapan pemuda itu berada di sana. Yang paling mengherankan adalah Rio mengangsurkan sebotol minuman dingin pada Ify.

"Buat gue?" tanya Ify tak yakin.

"Iya, ambil buruan sebelum gue berubah fikiran."

Ify mengangkat bahu, "Ok. Thanks. Dalam rangka apa ni?"

"Dalam rangka gue mau minta bantuan lo."

Ify mendelik, "tu kan pasti ada maunya," gerutu Ify, "bantuan apa?"

"Gimana kalo kita pura-pura pacaran?"

"hah?" Ify terlongong.

"iya, kita pura-pura pacaran. Lo pura-pura jadi cewek gue. Lo harus mau."

"Idih maksa banget, kenapa juga gue harus mau?"

"Ya lo kan udah terima minum dari gue."

"Minuman kayak beginian doang mah gue juga bisa beli sendiri kali Yo."

"Ayolah Fy please, gue bener-bener butuh bantuan lo. Ya gue tau mungkin lo bingung, untuk saat ini gue nggak bisa cerita banyak tapi nanti gue pasti jelasin semuanya. Intinya karena satu dan lain hal gue nggak nyaman sama cewek-cewek Citra Bangsa yang yaaa bisa dibilang terlalu welcome sama kedatangan gue, lo ngerti kan maksudnya? Gue minta tolong banget Fy," Rio menelungkupkan kedua tangannya di depan dada, memohon dengan sangat pada gadis manis yang kebingungan di hadapannya.

"Iya gue ngerti, lo minta gue pura-pura jadi pacar lo supaya cewek-cewek yang deketin lo mundur dan ngejauh karena lo risih sama mereka, gitu kan? Tapi kenapa harus gue sih Yo, kenapa nggak lo pilih satu cewek yang emang suka sama lo, Shilla misalnya. Gue yakin lo nggak buta, lo pasti tau kalo Shilla suka sama lo kan dan gue rasa dia juga nggak akan nolak bantuin lo," usul Ify.

"Justru gue nggak mau, karena kalo gue pura-pura pacaran sama Shilla atau cewek lain yang suka sama gue, gue cuma bakal nyakitin mereka. Gue butuh yang kayak elo, yang cuek, yang nggak suka sama gue."

"Terus untungnya buat gue apa?"

"Gue tau lo bukan tipe orang yang perhitungan, please Fy bantuin gue."

"Sampai kapan sandiwara pacaran itu bakal berlangsung?"

Sampai gue bisa lupain masa lalu gue dan kayaknya akan sangat lama, batin Rio sedih

"Nggak akan lama," itulah jawaban yang dipilih Rio, untuk sementara biarlah ia bohongi Ify yang terpenting saat ini adalah bagaimanapun caranya Ify harus mau membantu Rio, "Gimana lo mau kan?"

Ify lagi-lagi mengendikkan bahu, "Ya, Ok lah. Gue bantu. tapi janji ya nggak akan lama dan semua konsekuensinya lo yang tanggung."

"Deal?"

"Deal."

*

Rio terdiam di balkon kamarnya, menatap hamparan bintang yang berpedar mengelilingi sang bulan, semilir angin menyentuh lembut kulit dan ujung-ujung rambutnya. Menikmati malam dengan gelap dan kesunyiannya, membuat rasa rindu terhadap sosok lama itu muncul kembali.

"Udah lah, Ka. Kita punya cita-cita, aku nggak mau hubungan kita akan menghambat mimpi-mimpi kita. Berjuanglah di sana, Kak, karena aku juga akan berjuang dengan hidupku di sini. Aku akan baik-baik saja."

Kalimat Ara lengkap dengan suaranya yang lembut dan senyum penenangnya mengusik renungan Rio. Kenangan tentang Ana bagai kaset yang diputar secara otomatis di kepalanya, secara terus menerus dan berulang-ulang. Entah harus dengan cara apalagi Rio menghapus kengangan itu, melupakan gadisnya, merelakan cintanya pergi, tentu bukan hal yang mudah. Senyum Ana, tatapannya, perhatiannya, wajahnya semua seakan memaksa masuk berjejalan di fikiran rio.

"aarrghhh" erang rio sambil mengacak rambutnya, "sampai kapan Ra, sampai kapan gue kayak gini?"

*

Pagi ini Citra Bangsa SEnior High School sudah sangat ramai. Semua anak seperti digiring berkumpul di lapangan basket. Suara tepuk tangan dan teriakan riuh rendah berdengung di mana-mana. Ternyata senior tim basket sekolah sedang mengadakan seleksi untuk memilih kapten baru untuk tim basket putra Citra Bangsa.

Gabriel, alvin, dan rio mengikuti seleksi tersebut, mereka sangat antusias dan berusaha semaksimal mungkin mengeluarkan kemampuan terbaik dalam mengolah bola. Penonton yang kebanyakan terdiri dari para siswi rela berpanas-panas ria, dijemur di bawah guyuran cahaya matahari hanya untuk menyaksikan aksi para pebasket terbaik Citra Bangsa.

Setelah seleksi selesai, Gabriel, Alvin dan Rio memutuskan untuk pergi ke kantin, karena pengumuman siapa ketua tim basket yang baru akan diumumkan satu jam ke depan. Saat memasuki kantin, ketiganya mengedarkan pandangan ke segala penjuru mencari tempat yang layak dan masih kosong untuk ditempati. Kebetulan hanya ada tiga bangku tersisa di depan Ify dan Via, kedua sobat ini tampaknya sedang bersemangat menyantap makanan masing-masing.

"di sana aja yuk," ajak Alvin bersemangat.

Gabriel dan Rio hanya mengangguk patuh lantas mengikuti Alvin yang berjalan lebih dulu.

"Hai Via," sapa Alvin ramah, "kita gabung ya kosong kan?"

"Ciyee mentang-mentang ya pasangan baru, yang disapa Via aja ni? gue nggak?" seloroh Ify.

"Apa sih Fy, lebay deh," Via menyenggol pelan Ify dengan sikunya, wajah gadis itu semu memerah.

"PJ bisa kali Vin, Vi."

"Iya iya, tapi jangan bikin gue bangkrut Fy. Lo kan biasanya kalo makan nggak kira-kira," balas Alvin.

"Badan begang gitu emang iya makannya banyak?" cela Rio dengan ekspresi tak percaya.

"nggak usah sok-sok ngatain gue begang deh, lo nggak punya kaca apa?"

"Tapi lo lebih begang kali Fy dari gue, badan kok kayak sapu lidi."

"Lo tu ya, jarang ngomong sekalinya ngomong bikin emosi. lagian ya tolong dicatat, badan gue tu badan model kali, tinggi langsing" bela ify.

Rio tidak membalas hanya melempari Ify dengan kulit kacang.

"Udah jangan pada ribut deh lo berdua, saling suka tau rasa deh," komentar Gabriel.

Rio tersenyum tipis kemudian melirik singkat gadis yang sebentar lagi akan menjadi "pacarnya".

"eh vi, itu ada kotoran di pipi kamu," kata alvin sambil menghapus lelehan coklat di sudut bibir via.

"gue cabut duluan ya," tiba-tiba Gabriel bangkit dari kursinya dan bergegas untuk pergi, tapi belum sempat melangkah jauh ia merasakan pusing yang teramat. Kepalanya serasa dilempari puluhan batu. ia terduduk kembali, menunduk seraya meremas rambut.

"aarrghh," erangnya. Wajah Gabriel memerah yang tidak ada hubungannya dengan cuaca panas di sekitarnya, rahang pemuda itu mengeras menahan sakit.

"lo kenapa, Gab?" tanya alvin cemas.

"Gabriel hidung kamu berdarah," imbuh Via tak kalah kalut.

via dengan cepat menghampiri Gabriel, mengeluarkan sapu tangannya dan perlahan menghapus darah segar yang mengalir dari hidung Gabriel. Saat ini, dengan posisi sedekat ini, Gabriel bisa dengan jelas menatap dua bola mata indah itu, "jangan via, aku mohon jangan nangis," batin Gabriel khawatir melihat selaput bening yang terpeta pada sepang bola mata Via.

"tolong cariin es batu, Fy," perintah Via.

Ify pun dengan sigap langsung berlari, tak berapa lama gadis itu kembali dengan sebalok es batu ditangannya, "nih" katanya dengan napas terengah.

"Ya Tuhan, Ify, lo kira Gabriel mau jualan es campur, yang kecilan aja kali nggak usah sebalok gini," Rio sangat gemas melihat kelakuan ajaib Ify, gadis ini benar-benar langka.

"biar cepet mampet, Rioooo."

"udah-udah, fy. Gue nggak apa-apa, udah berenti kok mimisannya," kata iel sambil memegangi sapu tangan via di bawah hidungnya.

"lo sakit Gab?" tanya alvin.

"nggak kok, paling karena panas banget aja ni cuacanya," balas Gabriel santai.

"yaudah, balik aja yuk, lo naik mobil gue aja. motor lo, tinggal aja di sekolah," ajak alvin yang masih memasang wajah cemas.

"iya, pulang gih, ntar hasil seleksinya, gue smsin lo berdua," kata rio.

Gabriel menurut, alvin memapahnya perlahan. saat melewati sivia, gabriel menatapnya sekilas, gadis itu hanya menunduk.

"aku duluan ya vi" pamit alvin, tangan kirinya mengacak poni kekasihnya.

*

PANTI ASUHAN KASIH BUNDA

Kesinilah Gabriel mengajak via jalan-jalan sore ini, pemuda itu sudah nampak lebih sehat pasca insiden mimisan tadi siang. tadinya Alvin juga ingin ikut bersama Gabriel dan Via, hanya saja pemuda itu sudah ada janji dengan klub fotografernya. Sejenak via bingung, tumben sekali Gabriel mengajaknya ke tempat seperti ini. Biasanya taman ria, pasar malam atau yang paling mainstream adalah mall dan bioskop. Pemuda ini memang sangat payah kalo urusan mencari tempat jalan.

"ayo, vi" Gabriel membukakan pintu mobilnya untuk via.

"tempat apaan sih ini?"

"panti untuk anak-anak penderita kanker."

"kanker? trus kenapa kamu ajak aku kesini? " tanya via.

Gabriel tidak menjawab, ia hanya tersenyum dan membimbing via masuk dengan menggandeng jemari gadis itu. Gabriel tau ini salah, tapi ia nyaman menikmati jalaran rasa hangat yang memenuhi rongga dadanya saat jemarinya bertaut dengan milik Via, ya Via, gadis saudaranya. Entah pengkhiannatan macam apa ini.

Saat memasuki halaman bangunan bercat hijau muda itu, Gabriel dan via disambut senyum hangat anak-anak penghuni panti, mereka sangat ceria, tak akan ada yang menyangka bahwa sosok-sosok kecil ini mungkin esok atau lusa akan pergi meninggalkan dunia. Semangat dan kebersamaan menghiasi setiap sudut tempat ini.

"kak Gabriieeelll," sapa seorang gadis kecil berkuncir ekor kuda yang datang menyongsong kedatangan Gabriel dengan berlari.
"eh Aren" Gabriel berjongkok, mengecup penuh sayang puncak kepala Aren.

"kakak kemana aja? Kok nggak pernah kesini?" tanya aren.

"kakak sibuk sama sekolah, sayang. Eh iya kenalin, ini teman kakak," kata Gabriel.

"hai aren, aku via" ujar via sambil mengulurkan tangannya.

"Hallo kak, aku Aren. kak via cantik ya, kak?" puji Aren seraya menarik-narik ujung baju Gabriel.

Gabriel mengangguk setuju.

"aren juga cantik," balas via.

"kakak pasti putri cantiknya kak gabriel ya?" tanya aren.

"putri cantik?" tanya via bingung.

"ssttt, aren itu kan rahasia kita," sela gabriel.

"oh iya, hehe," Aren menyeringai, ekh kakak-kakak main yuk teman-teman pasti seneng kalo tau kakak datang, apalagi bawa teman baru, ayuk kak," aren menarik tangan via dan Gabriel, "teman-teman coba tebak, siapa yang datan?" seru aren.

"KAK GABRIEELLL!!!" koor anak-anak seraya berlarian kearah Gabriel.

"kakak, aku kangen."

"kak apa kabar?"

"kakak kemana aja?"

semua anak terlihat sangat dekat dan menyayangi Gabriel. Via yang pada dasarnya memang menyukai anak kecil, jadi cepat akrab dengan mereka. Kekagumannya terhadap sosok Gabriel tanpa ia sadari mulai tumbuh. Di balik sosoknya yang slengekan, jayus, nggak romantis dan kadang seenaknya, ternyata Gabriel bisa begitu diidolakan oleh anak-anak, bahkan anak-anak penderita kanker. Diajak kemari oleh Gabriel juga membuat Via begitu bersyukur atas hidupnya yang nyaris sempurna. Via tersenyum... "semangat via!" tekadnya dalam hati.

"hei,senyum-senyum sendiri." tegur iel.

"kamu udah sering kesini ya?"

Gabriel mengangguk, "tau nggak kenapa kamu aku ajak kesini?"

Via menggeleng pelan.

"Suatu saat kalo kamu sedih, kamu ngerasa hidup yang harus kamu lalui terlalu berat, kamu ingat lagi hari ini. kamu ingat gimana perjuangan anak-anak di sini melawan penyakit mereka. kamu ingat gimana semangat mereka buat sembuh. manusia nggak pernah benar-benar punya alasan buat sedih, Vi, kalau semua diahadapi dengan senyum dan semangat. itu yang aku pelajari dari anak-anak di sini." papar gabriel panjang lebar, "jadi kalo lagi berantem sama pacar baru kamu, jangan pake galau-galau segala ya," goda Gabriel ditambah senyum usil.

"Ih apa siiiihh jayus deh," Via menjulurkan lidah, "sayang ya Alvin nggak bisa ikut kita kesini. sok sibuk tu bocah," lanjutnya menggerutu.

Gabriel tersenyum masam, "kamu tau Vi? aku sakit."

"Hah? maksudnya?"

Gabriel lagi-lagi tidak menjawab, membiarkan pertanyaan Via menggantung begitu saja. ia malah berdiri dan menggendong aren di punggungnya, "kita nyanyi sama-sama yuk" ajak Gabriel yang meninggalkan Via berikut pertanyyannya seorang diri.

Via tergugu, menatap punggung Gabriel yang menjauh.

*

Seperti biasa, kelas XI ipa 1, sepagi ini sudah ramai, makhluk-makhluk penghuninya sudah berkicau ngalor ngidul nggak jelas arah dan tujuannya. Ify berjalan ringan menyusuri barisan meja dan kursi di kelas, menuju tempat duduknya. betapa jengkelnya gadis itu melihat Rio si cowok mulut cabe (julukan terkini Ify untuk Rio) sudah duduk manis di tempat Via.

"ngapain lo duduk disini? kemarin kan udah gue usir, ini kursi Via tau. ngerti bahasa indonesia nggak sih lo?"

"Yaelah, nyerocos aja, bawel!" sentak Rio, "Sobat lo, si via noh duduk sama pacarnya. kalo nggak disini, lo mau nyuruh gue duduk dimana? lo mau gue lesehan gitu?" rio sewot.

Ify merengut, "lo tu emang bener-benernya, ngeselin klimaks!!!" Ify membanting tasnya lalu duduk dengan kedua tangan terlipat di dada dan bibir mengerucut beberapa centi.

"lo tu yang ngeselin, mak lampir," balas rio tak mau kalah.

"lo kan yang ngajarin."

"lo kan guru gue."

"pokoknya lo lebih ngeselin."

"lo lebih lebih ngeselin."

"lo lebih amat sangat ngeselin."

"lo teramat sangat lebih ngeselin sekali."

"elo...."

"DIAAAMMM!!!"

karena teriakan Pak Arief guru bahasa Indonesia yang entah sejak kapan sudah hadir dalam kelas, adu mulut antara Ify dan Rio terpaksa harus dipending. keduanya kemudian duduk sambil saling menyikut dan injak-injakkan kaki.

"selamat pagi anak-anak," sapa pak arief berwibawa.

"selamat pagi, pak" koor anak-anak.

"ok, seperti telah bapak sampaikan sebelumnya, hari ini kita akan praktek membacakan puisi yang telah kalian buat masing-masing dengan tema bebas. Bapak akan memanggil secara acak, untuk yang pertama, Mario.. silakan!"

rio berjalan ke depan kelas, ia menatap ke arah teman-temannya, menarik nafas sejenak...

Hilang..
Terhenti..
Hanya ingin menepi sejenak, setelah lelah ku berlari.
Menjauh dari sebuah masa yang terus mengejarku.
Semua usai, terhenti tanpa pernah diingini.
Letih...
jalan yg kulalui terlalu panjang untuk ditempuh sendiri.
Arahnya, membendung langkahku.
Likunya mengubur tawaku, merenggut senyumku.
Habis sudah semua terkikis takdir-Mu.
Tapi perihnya tak akan hilang ditelan guliran waktu.


Prok-prok-prok

semua anak memberi applause untuk puisi rio.

"bagus rio, selanjutnya Danang, silakan maju!!!" lanjut pak arief.

CINTA..

Danang mulai membacakan judul puisinya.

Luka-luka-luka
yang kurasakan
bertubi-tubi-tubi
engkau berikan
Cintaku bertepuk sebelah tangan,
tapi aku balas senyum keindahan.
Bertahan satu cinta
bertahan satu
C.I.N.T.A

"kayaknya gue tau deh puisi ini," celetuk rizky yang duduk disebelah daud.

"WOII penyair gagal, itu mah lagunya d'bagindas dodol," seru daud.

"sstt, diem aja sih lo, berisik," Danang memelototi Daud.

"sudah sudah, danang duduk dan perbaiki puisi kamu."

Pembacaan puisi karya masing-masing siswa terus berlanjut, adanya puisinya begitu indah dan menyentuh, ada yang ambigu antara membuat puisi atau cerpen, ada yang tidak nyambung dan sebagainya, "dan untuk pembaca puisi terakhir, silakan saudara Gabriel."

mampus gue, kebagian pula. mana belum buat puisinya. alamat ngarang bebas ini sih, batin gabriel

"gabriel, mana kertas puisi kamu?"

"saya sudah hafal pak," jawab gabriel berbohong.

"baiklah, silakan kalau begitu."

aku...
sedikit lelah, karena bertahan sendiri
tapi tak berniat untuk menyerah
selama bunga masih merekah
mentari bersinar cerah
aku tak ingin pergi
aku tak ingin berhenti
mereka, orang-orang terkasihku
telah kah mereka sadari?
telahkah mereka pahami?
hilangnya tawaku
hilangnya semangatku
hilangnya peganganku
atau memang hanya aku yang menyadarinya???
tapi biarlah,
karena selayaknya mereka tak perlu
tentang aku,
tentang kerapuhanku,
tentang sebenarnya aku...


puisi itu mengalir begitu saja dari mulut iel, tapi rangkaian kata sederhana itu ternyata mampu membius semua orang dalam ruangan kelas. benar jika orang berkata, yang betul-betul dari hati akan lebih terasa maknanya. seperti puisi gabriel tadi, curahan isi hatinya. setelah dirasa usai dengan puisi dadakannya, gabriel membungkuk memberi salam tapi seisi kelas masih saja terdiam, hening.

waduh ,puisi gue kayaknya ancur banget deh, sampai pada shock gini, batin gabriel.

"SEKIAN DAN TRIMAKASIH" teriak Gabriel, mengagetkan semuanya.

"Oh ya ya, bagus gabriel, bagus." puji pak arief.

"Hah?" Gabriel tampak bingung, bagaimana mungkin puisi seabsurd itu bisa dibilang bagus, dimana letak kebagusannya, "Makasih pak," ujarnya seraya berjalan menuju kursinya.

***

best regard

via

Senin, 15 April 2013

My 2012

Haha well, judulnya agak drama ya… tapi biarlah, semua orang TAU gue paling parah kalo urusan ngasih judul. Yang nggak tau akan hal itu berarti belum mengenal gue. Hmm…

Di postingan ini gue nggak mau sok-sok bikin puisi romantis yang jatohnya malah lebay. Gue cuma mau cerita sedikit tentang suka duka gue di tahun 2012. Kenapa sedikit?? Ya sesuai sama kapasitas otak gue yang emang nggak bisa menyimpan banyak hal.

Flashback kayak gini mungkin akan jauh lebih afdol kalo dilakuin pas last day of the year ya, tapi berhubung 31 desember 2012 kemarin gue sakit dan seharian tergelepak di kasur dengan kepala serasa abis dilemparin puluhan barbelnya Agung Hercules, jadilah baru sempet ngeflashback tadi subuh ditemani Januarinya Glenn Fredly.

2012 itu…. emm dengan elegan gue bakal mengutip jargonnya Syahrini, 2012 itu sesuatu guys, amat sangat cetar membahana. Salah satu tahun terbaik yang gue lalui selama belasan tahun hidup di dunia yang penuh sandiwara ini. Ada manis, asem, asin, pahit sampe hot… lengkap banget pokoknya.

Gue masih sangat ingat, awal tahun lalu ditanya sama temen, “Apa resolusi tahun 2012 kamu?”

Dan dengan memasang raut wajah yang sangat bijak, gue menjawab, “Cuma berharap semua bisa lebih baik dari tahun lalu aja, sisanya biar tangan Allah yang mengaturnya buat gue.”

H4h4h4… jawaban klise. Bilang aja nggak punya proposal hidup, bilang aja nggak tau harus apa dan gimana ke depannya, makanya nggak punya resolusi tahun baru.

Lepas dari punya resolusi ataupun nggak, toh gue tetep harus jalanin hari demi hari yang baru di tahun 2012. Awal-awal tahun, gue disibukkan (yang ini beneran sibuk bukan sok sibuk kayak biasanya) dengan prepare Ujian Nasional. Saat itu yang ada di otak gue cuma belajar-belajar-belajar-belajar dan Rio *tetep*. Haaah you know? rasanya setelah Ujian Nasional gue berencana nggak bakal baca buku lagi selama beberapa tahun ke depan. Asli, udah muak banget. Persiapan Ujian Nasional bagi gue itu ibarat lo terus-terusan disuapin padahal udah kekenyangan dan biar nggak dimuntahin bibir lo dilem pake powerglue. Sakit bro, sist, sakiiiit banget, dan yang lebih menyakitkan segenap perasaan adalah saat itu gue yang emang lagi seneng-senengnya nulis terpaksa harus vakum demi focus UN dan SNMPTN. Alhasil, sekarang walaupun kecintaan gue pada dunia tulis-menulis lebih besar dari pada rasa suka gue sama buah apel *apainiiiiiiiii* tetep aja gue kehilangan feelnya. Kemampuan menulis gue entah nyelip di bagian otak yang mana. Dan gue sedih. Sedih benget. Jadi gue mohon, untuk beberapa oknum yang sering nodong Rahasia Orion atau cerpen-cerpen baru, pahamilah gue *assiikk*. Kalian semua nggak tau kan itu bikin sedih, kadang bikin pengen nangis dan lari dari kenyataan hidup --".

Ok back to the story, setelah persiapan yang menguras semua yang gue punya, Ujian Nasional pun datang *jengjengjeeeng*. Gue nggak takut, gue nggak gugup, gue udah merasa siap, walaupun UN pertama bahasa Indonesia dan gue nggak belajar *janganditiruAdik-adik*, overall gue udah yakin banget, tapi anehnya gue nangis di hari pertama Ujian Nasional. Gue nangis, memalukan, sebagai anak gaul yang strong gue merasa gagal. Kenapa nangis? Ya….. pengen aja sih. Masalah?

Habis UN, nggak inget hari apa tepatnya (kayak yang gue bilang tadi kapasitas otak gue buat mengingat sangat minim), tiba waktunya pengumuman kelulusan dan…… gue lulus. Lulus.

Nilai-nilai hasil UN juga memuaskan. Mata pelajaran bahasa Indonesia dan biologi sesuai target diatas 9 (Alhamdulillah akhirnya gue bisa meyakinkan diri gue sendiri kalo otak gue masih berjalan dengan baik), dan nilai MTK…. aaaaa….. tolong tampar gue! Tampar! Nilai MTK bener-bener diluar ekspektasi, 9,25, aaaaa inilah saat yang paling tepat buat gue bilang WOW, senengnya kayak abis ketemu Daniel Radcliffe. Yang baca postingan ini boleh tepuk tangan. Ayo cepet tepuk tangan!! *nodonginpiso*. Walaupun gue sampai detik ini masih penasaran, nilai segitu gue dapet entah karena hasil belajar atau jawaban yang gue buletin sambil merem itu bener semua. Hanya Allah SWT yang tau.

Dan kasih sayang Allah buat gue nggak cuma sampe situ, Dia kasih gue kejutan lain, lulus SNMPTN Undangan. Asik kan, asik banget lah bro, sist, masuk PTN tanpa test pula. Waktu itu dengan caps menyala-nyala temen yang gue mintain tolong buat check hasil SNMPTN Undangan gue, nge-sms

NOVIAAAA… LOLOOOOOS. DUH ENVY, ENVY…. CIYEE ANAK UPI DONG SEKARANG.

Kurang lebih gitu smsnya, kalo kurang ya gue lebih-lebihin sendiri.

Sebenernya sih, gue agak kecewa sama jurusannya, pengennya sih pendidikan Biologi UPI atau Teknik Pangan UNS, tapi ya gue sadar kok hidup itu nggak seindah mata gue *plototinyangprotes* dan nggak semua bisa sesuai sama harapan. Next, karena udah masuk PTN nih ya, jadilah kerjaan gue dirumah cuma 3, pertama nonton dvd korea,kedua nonton TV, ketiga nontonin layar HP. Kurang sibuk apa gue?

Tapi karena bosen, entah dengan tekat apa nekat, gue bilang sama Mamah, gue pengen kerja sambil nunggu masuk kuliah yang masih sekitar 2 bulanan lagi. Setelah interview, besoknya gue langsung bisa masuk. Jadi di tahun 2012, gue sempet juga tu ngerasain capeknya kerja. Nah yang suka ngatain gue kayak anak kecil, manja, gue tanya lo udah pernah cari duit sendiri belum?

Gue bangga pernah ngasih sesuatu buat keluarga dari uang yang bener-bener hasil jerih payah gue sendiri *lapkeringet*. Gue bangga pernah kerja, dibanding anak-anak lain yang habis lulus malah gentayangan nggak jelas sama temen-temen, ngabisin duit apalagi sama anak-anak lulusan SMA yang kerjaannya ngebangke di rumah, paling nggak waktu gue lebih bermanfaat. Selain materi, gue juga dapet temen, pengalaman dan ilmu baru. Dan ketika ada yang bilang kerja itu nggak gampang, cari uang tu susah, yap gue udah pernah rasain itu.

Di tahun 2012 ini juga pertama kali gue ngalamin di OSPEK, salah satu pengalaman yang nggak akan pernah gue lupain. OSPEK itu seru, seru bangeettt, kakak-kakak panitianya juga baik dan manis-manis (maafin aku ya Allah, aku bohong :( ), yang paling sweet ngalahin film Titanic adalah pas OSPEK karena rumah gue jauh dari kampus tercinta, gue mesti nyubuh dan temen-temen mau nunggu gue yang super lelet ini padahal kalo telat hukumannya ceribel (baca:istimewa) banget lah. Saat gue mulai pakai jas almamater UPI, saat itu juga gue kayak ditampar sama Pretty Asmara, gue baru sadar kalo IYA-SEKARANG-GUE-MAHASISWA. Putih Abu-abu gue udah selesai. Masa-masa sama IPA 6 udah abis. Sekarang kita harus berjuang sendiri-sendiri. Pilih setapak masing-masing *tissumanatissuu*. Nggak ada lagi teriak-teriak nagihin uang kas, nggak ada lagi smsan pas UAS, nggak ada lagi ngeceng-cengin adik kelas ganteng. Pisah sama temen-temen lama dan ketemu sama orang-orang baru. Lama ataupun baru, sama aja, mereka semua baik dan gue sayang mereka.

Kalo tahun sebelumnya pas ulang tahun gue masih sama-sama anak-anak IPA 6 dan sepatu gue diumpetin, tahun ini gue rayain bareng kelas baru gue, kelas kesayangan gue, satu B. makasih banyak kuenya, makasih tepungnya, dan buat kakak makasih banyak ucapannya (walaupun nggak tau ya itu ngucapin karena emang ikhlas apa karena disuruh aja) hahaha. Unforgettable pokoknya.

Menurut gue secara keseluruhan 2012 gue banyak banget manisnya. Gue bersyukur, sekaligus takut. Takut kalo yang manis-manis itu bikin gue makin manja dan nggak dewasa. Gue takut nggak siap menghadapi 2013 yang entah kayak apa nantinya. Tapi gue harus berani. Gue punya Ayah sama Mamah terbaik sedunia, gue punya Adik-adik yang lucu, gue punya temen-temen yang luar biasa dan gue punya Allah yang nggak akan pernah biarin gue melangkah sendirian.

Thankfulll to God, untuk 2012 yang sangat mengagumkan. Terimakasih untuk setiap kemudahan yang diberikan. Terimakasih untuk setiap doa yang terkabul di tahun ini. Akhirnya, tahun 2012 kemarin gue tutup dengan…..bobo cantik nan elegan seharian. Anti klimaks abis.

Untuk 2013, semoga segalanya akan jadi lebih baik, semoga mimpi yang belum jadi nyata di tahun lalu, bisa gue capai di tahun ini. Semoga selalu diberi kesehatan dan keberkahan. Semoga masih diberi kesempatan bertemu dengan 1 januari 2014 bersama anggota keluarga yang lengkap, teman-teman yang semakin banyak dan seseorang yang gue sayang karena Allah.

So many people said this 2013, wouldn’t be nice ‘cause that’s a bad number. HA-HA. c’mon don’t be stupid people guys. Let’s create the best destination for us to guess the best destination from God. Bad or Nice? Isn’t about a number.



best regard

via

Kamis, 28 Maret 2013

Malaikat Hidup Gue (Part 1) repost

Well ini sebenarnya cerbung lama yang udah pernah gue post tahun 2010an kalo nggak salah. tapi waktu itu tulisannya masih berantakan banget, jadi iseng-iseng gue betulin tulisannya dan sedikit alurnya yang juga nggak keruan, habis itu gue repost. kalau yang ada waktu buat baca lagi, silakan dibaca lagi, kalaupun nggak ya ini kayak yang gue bilang tadi cuma sekedar iseng-isengan aja.

***

Malaikat Hidup Gue Part 1

***

Plukk. Seorang gadis memukul jam weker berbentuk ayam yang bertengger nyaman dekat tempat tidurnya. Jarum pendek dan panjangnya berkombinasi menunjukkan pukul lima pagi.

"hahaha, hari ini lo kalah cepet bangunnya, sama gue," ujar pemilik tangan halus yang tadi dengan serampangan memukul bagian atas jam weker.

Ia keluar dari selimutnya, mengucek mata, merentangkan kedua tangan dan melakukan ritual bangun tidur yang lainnya sebelum akhirnya memutuskan beranjak kearah jendela. Disibaknya tirai biru muda yang menjuntai dihadapannya dengan satu tangan, mata bulatnya sontak melebar, mulutnya ternganga melihat pemandangan didepannya.

Barisan awan putih berarak teratur mengelilingi matahari yang muncul malu-malu di ufuk timur. Sinarnya yang kemilau, jatuh berlandas pada punggung burung-burung cantik yang riuh kicauannya beradu dengan suara ibu-ibu yang tengah sibuk tawar-menawar dengan pedagang sayuran. tertangkap pula pemandangan segerombol bocah SD yang akan berangkat ke sekolah. Ia lagi-lagi mengucek mata, memastikan tidak ada yang salah dengan penglihatannya.

"Sejak kapan jam lima pagi mataharinya udah tinggi? Jangan-jangan beneran udah mau kiamat," batinnya. Ia segera keluar dari kamarnya, saat melihat jam dinding cantik di ruang keluarga, ia menjerit heboh, "HUWAAAA, ify telaaat."

Kiara Saufika atau ify, begitu ia akrab disapa. Ify adalah gadis kelas 2 SMA berperawakan kurus yang biasa saja, tidak cantik ataupun populer. Hanya mungkin senyum khasnya yang membuat gadis ini selalu terlihat manis dan ceria. Ify adalah anak tunggal, orang tuanya adalah pebisnis yang sedang giat-giatnya merintis usaha mereka. Jadilah di rumahnya yang cukup besar itu, ify hanya tinggal bersama pembantu dan supirnya.

*

"hosh... hosh..., Pak bukain dong, pak!" pinta ify dengan napas yang masih tersengal-sengal, pada satpam sekolahnya.

Satpam dengan kumis tebal melintang diantara mulut dan hidungnya itu menggeleng, "Aduh ify lagi, ify lagi. Tidak tidak, kamu ini kebiasaan tau tidak, telat terus," tolak pak satpam.

"Yah, ayolah pak. Bapak ganteng deh, baik lagi bukain ya pak, sekali ini aja" rayu ify sambil memasang wajah termelas sedunia.

"Ya sudah, ya sudah, cepat masuk tapi ingat ya satu kali ini saja, tidak untuk lain kali," pak satpam membukaan gerbang untuk ify.

"wahh pak, makasih ya. Selamat deh saya dari si mulut petir." ucap ify, sambil menyeka keringat di dahinya.

"Mulut petir?"

“Iya itu lho, pak. Bu Nanik, dia itu kan ya pak, galak banget, suaranya cempreng, jutek pula. Pantes aja nggak laku-laku." cibir ify dengan nada jengkel yang tersirat jelas pada suaranya. Ify memang amat sangat membenci guru BKnya itu, karena sering dihukum lantaran telat.

"Siapa yang nggak laku-laku, Kiara?" tanya seorang wanita di belakang ify.

"Ya bu Nan-" ify mendadak merasa tidak enak hati untuk melanjutkan kata-katanya, dengan perlahan ia menoleh ke belakang, "Eh, Ibu Nanik, pagi bu..." sapanya, takut-takut.

"selamat siang, Kiara." balas bu Nanik dengan sinis.

"Tapi ini masih jam 9 lho bu."

"Saya tidak peduli, sekarang cepat kamu ikut saya ke kantor."

"Tapi bu-"

"Shut up and follow me Kiara Saufika. I have a lot of special punishment for you." ketus bu Nanik.

Ify pun berjalan mengikuti bu Nanik dengan langkah lemah, letih, lesu, lemas dan lunglai layaknya orang terserang anemia. Ia pasrah akan kelanjutan hidupnya setelah ini.

*

"Kiara-"

"Ify, bu," sela ify yang kurang nyaman dipanggil dengan nama depannya.

"Whatever, kamu tau? Ibu pastikan tahun ini kamu akan mendapat award sebagai murid yang paling sering terlambat. Kamu itu generasi muda dan........ " bu Nanik mulai berkicau dengan riang gembira, membuat telinga ify panas membara. entah apa yang disantap guru ini saat sarapan pagi, hingga mempunyai energi yang luar biasa untuk marah-parah di pagi hari yang cerah ceria (namun suram bermendung untuk Ify)ini. Pada intinya, akhirnya ify dihukum membersihkan seluruh piala yang dimiliki sekolahnya dengan catatan harus bersih bening seperti tanpa noda, clinggg.

Saat sedang sibuk menikmati hukumannya membersihkan piala, Ia mendengar percakapan bu Nanik dengan seseorang yang sepertinya murid baru.

"Oh jadi kamu mario stevano, murid pindahan dari manado itu ya? Baiklah, mari saya antar ke kelasmu" ucapnya dengan nada yang menurut ify dimanis-maniskan.

"mario? hm, pasti spesies cowok ganteng ni, keliatan banget bu Nanik jadi sok manis begitu." batin ify.

*

Setelah bel istirahat kedua berbunyi, ify baru selesai mengerjakan hukumannya. Ia benar-benar berjanji tidak akan terlambat lagi seumur hidupnya, hukuman kali ini benar-benar menyiksa, "Bu Nanik kayaknya dendam banget sama gue, sial!" gerutunya, kesal. Ify berniat ke kantin sebelum masuk kelas, saat melewati lapangan basket, ia melihat fenomena yang tidak biasa terjadi di sekolah tercintanya. Ify melihat siswi-siswi terpana, mata mereka seperti mau loncat dari tempatnya. Ada yang menjerit gemas, menunjuk-nunjuk ke arah lapangan dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Woy! Ngapain lo bengong disini?" tegur seorang gadis pada ify.

"Eh, elo vi, ngagetin aja. Itu ada apaan sih? rame banget" tanya ify.

"Nggak tau, ada aki-aki shuffle kali, apa gangnam style ya? " jawab gadis yg bernama via itu, sekenanya, "ekh iya, lo kemana aja jam segini baru nongol?" tanya via.

"Abis pemotretan dulu." jawab ify, enteng.

"Ngek, paling juga lo telat, lo kira gue nggak tau prinsip lo, 'nggak akan bangun sebelum matahari bersinar cerah' iyakan bu? huu sok pemotretan badan ceking begini aja," ledek via seraya menyenggol tubuh ify.

"Kalo lo tau, trus ngapain nanya. Ekh liat yuk, ada apaan," ajak ify, sambil menarik tangan via kearah lapang basket, "Ohh, pantes pada mupeng, ada cowok-cowok sok kegantengan lagi main basket." gumam ify.

"Siapa?" tanya via ingin tau, iya yang sedikit lebih pendek dari Ify berjinjit-jinjit untuk melihat apa yang terjadi di lapangan basket.

"Biasa Vi sobat lo tuh, Gabriel sama Alvin. Udah ah nggak penting, ke kelas aja yuk. Jam istirahat kedua kayaknya juga udah mau abis." ajak Ify.

Via menurut, dengan santai ia mengekor Ify menuju kelas mereka.

*

"Eh tau nggak kayaknya Gabriel sama Alvin bakal punya CS baru ni." ucap Seruni, siswi berkulit hitam manis pada Ify.

"Siapa?" tanya Ify ingin tau, sambil menoleh ke arah Seruni yang duduk tepat di belakangnya.

"Yang tadi main basket barengan Gabriel sama Alvin, sama lo nggak tau, anak-anak kan heboh banget," jelas Seruni, "Eh tu orangnya," ia mengangkat dagunya menunjuk ke arah pintu.

Terlihat Gariel, Alvin, dan seorang pemuda jangkung dengan kulit hitam manis yang asing bagi Ify, berjalan ke dalam kelas sambil bercanda. Semua mata langsung tertuju pada mereka, yang putri sih tentu saja dengan tatapan kagum plus senyum manis yang dibuat-buat sedangkan yang putra lebih ke arah iri dan jengkel karena pemuda-pemuda kelewat sempurna seperti Gabriel, Alvin dan anak baru itulah, kaum adam di sekolah ini banyak yang bergelar jomblo.

"Siapa dia?" lagi-lagi Ify bertanya pada Seruni.

"Mario, murid baru pindahan dari Manado."

Ify mengangguk paham, kemudian memutuskan menghampiri tempat duduk kosong didepannya yang sekarang dihuni sang murid baru, "Oh, ini toh murid barunya, manis sih pantes bu Nanik jadi sok manis tadi," Ify membatin. dirasa sepertinya hanya dirinya saja yang belum memperkenalkan diri karena menjalani hukuman tadi, maka Ify berniat untuk beramah-tamah pada penghuni baru kelasnya, "Hai, kenalin gue ify. Nama lo siapa?" sapa ify ramah seraya mengulurkan tangannya dan tersenyum manis.

"Tadi gue udah perkenalan." jawab pemuda di depan ify, dingin, "kalo lo mau tau banget nama gue tanya aja sama yang lain," tambahnya masih dengan suara datar.

Ify menarik kembali tangannya dan segera menuju ke tempat duduknya sambil memasang wajah super duper kesal.

"Hahaha, muke lo apa kabar, non?" goda via, teman sebangku ify.

"diem deh lo vi, tu cowok belagu banget sih. dih, sok cakep," gerutu ify.

Hari ini, guru yang seharus mengajar jam terakhir dikelas ify, kelas XI IPA 1, tidak dapat hadir. Alhasil, kelas menjadi sangat gaduh. Ada yang bermain bola dalam kelas, ada yang bergosip-gosip ria, ada yang nyanyi-nyanyi, dan masih banyak kelakuan-kelakuan ajaib lainnya yang dilakukan para penghuni kelas.
Semua siswa sibuk dengan kegiatan nggak penting mereka masing-masing, begitu pula dengan sang murid baru. Mario atau Rio, begitu ia akrab disapa. Ia juga tengah sibuk. Sibuk dengan dunianya sendiri, dunia yang mengurungnya dalam jurang penyesalan, yang mengubur semua tawa dan senyum manisnya. Dunia yang menjadikannya pendiam dan tertutup, yang ingin ia tinggalkan namun memeluknya begitu erat. Dunia yang tidak pernah ia bagi dengan orang lain. Ia memejamkan mata, membiarkan fikirnya melayang jauh menyapa sosok gelap dari masa lalunya.

"Hai, Rio"

"Shit!" umpar Rio tertahan. Ia paling benci diganggung apalagi oleh makhluk yang berjenis kelamin perempuan.

Rio membuka mata, seorang gadis berdiri dihadapannya. gadis cantik berkulit putih, tinggi semampai dengan rambut panjang yang terurai melewati bahunya. Gadis itu tersenyum. Kalau tidak salah gadis ini (seperti teman-teman yang lain) tadi memperkenalkan namanya, tapi apa peduli Rio? Sekarang saja ia sudah lupa siapa nama gadis berperawakan model dihadapannya.

"Kok diam aja, nggak gabung sama yang lain?" tanya gadis tadi, "Eh, aku boleh duduk disini ya," sambungnya.

Rio, bergeming.

"Kamu pindahan dari Manado ya?" kembali terlontar satu pertanyaan, padahal pertanyaan-pertanyaan sebelumnya bahkan belum menemui jawaban, "kenapa pindah kesini?" gadis tadi terus saja mengoceh, tidak menyadari ketidaksukaan si lawan bicara.

"DIAM!!!" sentak Rio, kesal, "Bisa diam nggak lo? Bawel banget jadi cewek." bentak rio, lalu pindah ke samping tempat duduk ify.

Semua anak menatap heran pada Rio. Aneh juga melihat Rio bisa semarah itu hanya karena disapa, padahal yang menyapanya juga gadis secantik Shilla Azahra, ketua OSIS perempuan pertama di Citra Bangsa High School. Dan yang paling parah, Rio berlalu begitu saja seperti tanpa dosa meninggalkan Shilla yang tertegun saking kagetnya untuk pertama kali disentak seperti itu di depan umum.

"Eh eh ngapain lo duduk disini? Sana hush hush." usir ify pada rio yang tiba-tiba duduk disebelahnya.

"Lo kira gue kucing? nggak, gue nggak mau pindah." balas rio, cuek.

"Tapi ini tempat duduk temen gue."

"Gue juga kan sekarang temen lo."

"Ih sudi amat," gumam Ify.

"Apa loe bilang?"

Ify tidak menjawab, malah melengos tak acuh.

"Gue Rio," ujar Rio, memperkenalkan diri.

"Oh."

"Oh doang?"

"Lha emang harusnya gimana? ntar kalo bawel-bawel gue disentak lagi kayak Shilla."

"Bagus deh kalo lo ngerti," komentar Rio, lalu kembali memejamkan mata dan tenggelam dalam pelukan masa lalunya.

*

Malam ini, Gabriel dan Alvin diundang untuk mengunjungi kediaman Rio. Rumah Rio berada di salah satu komplek perumahan mewah tak jauh dari sekolah mereka. Bangunan yang berdiri angkuh di hadapan Gabriel dan Alvin saat ini, cukup mewah dan besar. halamannya luas, pagarnya tinggi menjulang. Awalnya Rio tinggal di Manado bersama Ayah, Ibu dan Kakaknya, tapi karena satu dan lain hal sekarang Rio memutuskan untuk tinggal bersama Omanya di Bandung.

"Weis, rumahnya Rio gede ya," celetuk Gabriel.

"Norak lo!!" ejek Alvin.

"Pasti bokapnya pengusaha sukses," tebak Gabriel.

"Dokter kayaknya," tebak Alvin.

"koruptor barangkali," ceplos Gabriel.

"Heh koruptor, nenek lo ngedance, asal nyablak aja lo."

"Lhokok malah ngobrol depan pintu, ayo masuk," ujar Rio yang tiba-tiba muncul dari balik pintu.

Mereka bertiga, langsung menuju kamar Rio di lantai dua. Kamar rio termasuk rapi untuk ukuran seorang anak laki-laki. Setelah mengambil posisi yang nyaman, mereka lalu bercakap-cakap, berbagi cerita, tertawa, saling ejek, larut dalam obrolan dari yang penting sampai hal-hal konyol yang tidak perlu diperbincangkan. Walaupun baru saling mengenal tapi Gabriel dan Alvin tampaknya sudah tidak merasa canggung dengan keberadaan Rio. Gabriel dan Alvin sendiri adalah saudara, tapi bukan saudara sekandung. Ayah Alvin sudah meninggal sejak usia Alvin satu tahun, sedangkan ibunya adalah wanita karir yang sukses, karenanya ia kesulitan membagi waktu untuk sekedar menemani Alvin bermain. Ketika usia Alvin menginjak lima tahun, ibunya semakin sadar bahwa putra tunggalnya kesepian dan membutuhkan teman main. Diputuskanlah untuk mengadopsi seorang anak yang seusia dengan Alvin dari panti asuhan dan Gabriellah yang beruntung. Diangkat anak oleh keluarga yang cukup berada, mempunyai ibu dan saudara yang juga sangat menyayangingya. Gabriel dan Alvin sangat kompak, sama-sama tampan dan aktif, tidak heran jika keduanya jadi idola di sekolah.

*

Kantin sudah sangat ramai, padahal bel istirahat baru berbunyi lima menit yang lalu. Nampaknya seluruh siswa merasa perlu memberi asupan pada perut mereka sesegera mungkin sebelum cacing-cacing penghuninya berorasi atau bahkan bertindak anarkis. Ify dan Via menjadi bagian dari sekian banyak siswa yang tumpah ruah di dalam kantin. Sedang asik-asiknya menikmati makanan, tiba-tiba saja ada tiga orang kakak kelas menghampiri mereka dengan wajah pongah luar biasa.

"Heh, awas lo semua, ini tempat gue," ujar kakak kelas berbehel biru.

"Oh iya kah? kok nggak ada tulisannya ya?" sahut Via.

"Banyak omong banget sih lo. Adik kelas aja songong." bentak yang lain.

"Kakak ini nggak liat kalo kita duluan yang duduk di sini?" timpal Ify.

"Kalian nggak tau siapa kita? tinggal minggir aja susah banget." lanjut kakak kelas terakhir, yang berbadan paling tinggi diantara ketiganya.

"Tau kok, kalian ini kakak kelas nggak mutu yang doyannya ngebully adik kelas doang kan? gitu aja bangga. dikira gue takut sama lo semua?" Via menjawab dengan lantang, tak peduli mereka sudah jadi bahan tontonan orang sekantin, termasuk Gabriel, Alvin dan Rio yang juga sedang menghabiskan waktu istirahat mereka.

"Apa lo bilang?" salah seorang kakak kelas yang berdiri paling dekat dengan Via sudah mengangkat tangan sebagai ancaman, "Coba ngomong seklai lagi!"

"Ah males!!! udah yuk Fy kita cabut, ambil tu tempat duduk sama lo semua sekalian makan jajanan BEKAS kita juga boleh kok, kita SUMBANGIN!!!" Via lantas menarik tangan Ify menerobos berikade kecil kakak kelas mereka.

"Sialan lo, anak kecil belagu." umpat kakak kelas berbehel biru dengen wajah memerah.

"Cewek-cewek tempat duduk aja diributin," komentar Rio sinis.

"Gila berani banget tu si Via, kakak kelas bro," kagum Alvin.

"Sobat gue gitu," bangga Gabriel.

"Iya sobat lo dan gebetan gue hehehe," balas Alvin.

"Apa?" Gabriel terkeju, "Tapi kita kan sahabatan Vin, gue fikir kita nggak boleh-"

"Ah sekarang kan sahabat jadi cinta udah zamannya Gab, sampai dibikin lagu kan sama Zigaz." jawab alvin enteng.

Gabriel terdiam. Mendadak saja ada denyutan nyeri yang menyerangnya saat mendengar penuturan Alvin.

"Jangan-jangan lo juga suka ya GAb sama Via?" tebak Rio asal, "Udah nggak usah patah hati Gab, lo sama gue aja soalnya gue nggak suka cewek, lo kan ganteng ni." lanjut Rio semakin ngawur.

"Idih ngaco amat lo, gue normal kali."

"Tapi lo serius kan nggak suka sama Via? lo nggak keberatan kan kalo gue jadian sama Via? soalnya gue ada rencana mau nembak dia dalam waktu dekat." tutur Alvin, mengabaikan ekspresi wajah saudaranya yang kian masam.

"Nembak? tapi lo nggak mau pdkt atau apa gitu, masa langsung nembak?

"Kita kan kenal Via udah dari kecil kali Gab, dari SD masa masih harus pakai pdkt segala."

"Oh," Gabriel hanya bergumam singkat, "Kenapa harus Via, Vin?" batin Gabriel, perih.


*

Ify entah bagaimana lupa mengumpulkan buku tugas matematikanya padahal semalaman ia bergadang mengerjakan tugas yang diberikan. Karena tidak mau rugi, Ify bergegas mengumpulkannya ke ruangan guru, semoga saja ia beruntung dan tugasnya masih diterima. Dengan tergesa dibukanya pintu sekencang mungkin karena tadi pagi kenop pintu kelasnya sempat macet. Sementara itu Rio dari luar berniat masuk kelas, alhasil... DUUGGG

"AWW!!!" pekik rio yang terbentur pintu kelas hingga tersungkur ke lantai.

"Waduh, Yo. Ngapain lo tiduran di lantai?" tanya Ify polos.

"Tiduran pale lo kotak, buka pintu liat-liat dong!!!" Marah Rio.

"Oh salah gue? Ya, maaf gue kan nggak tau, lo sih pake berdiri di situ,"

Rio mengelus-elus kening malangnya, "Buku lo gue sita sebagai balasannya," Rio dengan cekatan merebut buku dalam dekapan Ify, tapi sesaat kemudian air wajah pemuda itu berubah dari galak menjadi suram dan menyedihkan setelah mebaca nama yang tercantum dalam sampul buku Ify, "Nama lo Kiara?" tanyanya tak percaya.

"Iya, udah ah Rio nggak lucu, gue lagi buru-buru, mana balikin buku gue!"

"Tapi lo bilang nama lo Ify?"

"Ya udah sih suka-suka gue. Kepo banget lo." sewot Ify lantas balas merebut bukunya dari tangan Rio, kemudian kabur ke arah ruang guru.

Sementara itu Rio tercenung, "Nggak mungkin," katanya seraya menggeleng. Ia sudah pergi sejauh ini, melarikan diri dari Manado ke Bandung, meninggalkan keluarga tercintanya, masih belum cukupkah? akan sia-siakah semuanya hanya karena nama yang sama?
Kiara Anastasya dan Kiara Saufika.

*

Sabtu, 02 Maret 2013

Ketika Aku Seusiamu

Tulisan ini, untuk adik kesayanganku. Kuncup-kuncup mungil yang sedang menunggu masanya untuk bermekar. Nada-nada ceria yang sedang menanti waktunya untuk berlagu.
Dik, dulu… ketika aku seusiamu,
aku berfikir akan menyenangkan sekali jika cepat tumbuh jadi orang dewasa. Akan menyenangkan sekali jika boleh melakukan apa saja, pergi kemana saja dan bermain sepuasnya. Jangan ada lagi teriakan Ibu menyuruh mandi atau omelan Ayah saat aku nakal pada anak tetangga. Jangan… mereka itu pengganggu. Sungguh, perusak waktu bersua dengan kawan-kawanku.
Aku ingin segera bebas. Lepas.
Terbang seperti kupu-kupu, bergerak tanpa belenggu.
Ketika aku seusiamu,
terapal bermacam cita-cita, jumlahnya sebanyak pasir di gurun sahara. Tanpa sekerat takut, tanpa secuil ragu, impianku, kuabsen satu-persatu.
Nanti, saat aku dewasa,
aku ingin jadi penguasa kata, ingin jadi pemahat warna, ingin jadi pahlawan tanpa tanda jasa, ah jadi semakin tidak sabar menunggu masanya tiba.
Ketika aku seusiamu,
aku benci, benci sekali jadi aku yang seusiamu.
Ketika aku seusiamu,
Aku tidak mau, tidak mau terus-menerus jadi aku yang seusiamu.
Aku ingin berkuasa atas hidupku, tidak selalu diatur-atur seperti bocah.

Tapi itu dulu… dulu sekali…
Sekarang,
Saat aku tidak lagi seusiamu,
semuanya berubah, jadi serba susah, resah… dan masalah layaknya tumpukan sampah yang tumpah ruah.
Kegagalan demi kegagalan mulai teralami. Impian dan cita-cita mulai terhapusi. Waktu dan hari-hari terasa memusuhi.
Dik, aku jadi takut bemimpi, aku tidak lagi yakin pada kemampuan diri. Jadi sering menyalahkan keadaan. Mengeluhkan takdir Tuhan yang bersimpang dengan keinginan.
Ternyata dik, sekarang itu sulit. Banyak perkara rumit seumpama sulur yang melilit-lilit.
Ternyata dik, jadi dewasa itu tidak enak. Mahal untuk bisa tidur nyenyak. Hati dipaksa bekerja lebih keras mencerna kecewa. Keringat mengalir lebih deras diperas usaha.
Saat aku tidak lagi seusiamu,
Aku belum siap, belum siap jadi dewasa. Aku ingin tetap jadi putri kecilnya Ibu. Tetap jadi bocah manjanya Ayah.
Saat aku tidak lagi seusiamu,
aku bertanya, bisakah aku kembali pada masa ketika aku seusiamu?

Tapi…tenanglah, tegarlah.
Kuncup-kuncup mungilku tidak perlu takut pada masa yang akan datang.
Ketika adik seusiaku, adik pasti akan lebih siap, adik pasti akan lebih tangguh. Kesalahan hanya milik aku yang bodoh. Gelap hanya milik aku yang penakut. Penyesalan… itu juga milikku, kakakmu yang pemalas. Sedang kamu, tidak akan sepertiku, tidak boleh seperti aku.
Nada-nada ceriaku tidak perlu sendu, hadapi masa depanmu.
Ketika adik seusiaku, adik akan buat bangga Ayah serta Ibu. Jangan ragu, tuntaskan perjuanganmu, obati kegagalanku.
Ketika adik seusiaku, dunia akan tunduk kepadamu,
Tunduk kepada adik kesayanganku.

Best regard
via

Kamis, 14 Februari 2013

Doa (kecil) ku...

Doa (kecil) ku…
Tuhan…
Ini doa kecilku. Harapan dari hambaMu yang juga tak terbilang kecilnya. Semoga timbunan dosaku tidak membuatnya tertahan di angkasa, semoga kasihMu berkenan menjemputnya hingga ke ‘Arsy yang Maha Agung.
Tuhanku…
Engkau sebaik-baiknya Dzat, mampu mendengar yang tak terucap, mampu melihat yang tersembunyi, Maha Pemberi meski tanpa diminta. Engkau sebaik-baiknya pengasih, pemilik cinta hakiki, penggenggam kunci setiap hati.
Ini pengharapanku…
Jadikan aku hambaMu yang pandai bersyukur.
Bukan agar bertambah nikmat yang Kau limpahkan, melainkan agar aku tidak iri dan membanding-bandingkan hidupku dengan orang lain.
Jadikan aku hambaMu yang pandai bersyukur.
Bukan agar aku jadi ahli qanaah, melainkan agar aku pantang berkeluh kesah dan buruk sangka padaMu.
Jadikan aku hambaMu yang pandai bersyukur.
Bukan agar aku jadi bagian dari orang-orang yang sholehah, melaikan agar aku menyentuh ikhlas dalam setiap ibadahku, tanpa riya’, tanpa pamrih.
Jadikan aku hambaMu yang pandai bersyukur.
Bukan agar aku dengan mudah masuk ke dalan surgaMu, melainkan agar kugenggam ridhoMu ya Allah, ridhoMu penguasa semesta, ridhoMu pemilik surga dan neraka.

Ya Rabb…
Dalam setiap doa terbaikku, tak lupa kusisip nama ‘malaikat-malaikatMu’, kedua orangtuaku, Mamah dan Ayah terbaik dalam kehidupanku.
Panjangkanlah umur mereka.
Biarkan mereka jadi pelita dalam jahiliyyah duniaku, biarkan mereka jadi penegur untuk setumpuk kesalahanku, biarkan mereka jadi alasan untuk setiap perjuanganku, biarkan mereka jadi pelipur untuk gundah laraku.
Ya Rabb…
Berikanlah keduanya kesehatan, sertakan kemudahan untuk setiap urusan mereka, naungi mereka dengan lindunganmu yang Maha Teguh.
Ya Rabb…
Izinkan tanganku jadi penghapus cucuran peluh mereka, izinkan pelukku jadi ‘rumah’ yang selalu mereka rindukan, izinkan doaku jadi peneduh susah mereka.
Ya Rabb…
Hambamu yang kecil ini meminta terlalu banyak, sementara ibadah dan penghambaanku amatlah kecil. Hati dan fikiranku masih dibelenggu urusan duniawi. Tapi aku yakin tiada doa yang akan terabai, tiada pengharapan yang akan tertolak.
Semoga yang aku tulis hari ini menemui pengkabulan.
Semoga yang aku tulis hari ini jadi manfaat dan amal kebaikan.
Aamiin aamiin ya Rabbal ‘alamin.

best regard
novia

Jumat, 11 Januari 2013

Tentang Sebuah Buku

“Ternyata aku dan menulis tidak pernah bisa dipisahkan oleh satu atau hal lain apapun.” – 11 Januari 2013.

Hari ini aku ingin bercerita, lewat tulisan tentunya. Karena aku merasa lebih didengar ketika menulis dan sering kali gagal setiap bercerita dengan lisan. Aku ingin bicara tentang sebuah buku. Ya, buku milik kamu.
Satu waktu, kamu (yang aku kira bahkan tidak pernah mengenalku) datang, entah karena apa, tiba-tiba saja muncul. Aku takut, ketakutan yang beralasan, kurasa. Takut kalau kedatanganmu akan jadi seperti api, menghampiri hanya untuk pergi, kemudian menyisakan jelaga.
Kamu hadir bersama sebuah buku, lantas mengizinkan aku untuk membaca sedikit dari sekian banyak tulisan yang menyemut rapi dalam lembaran-lembarannya. Meski sangat berharap, tapi aku juga sangat tahu, sekeras apapun mencari tidak akan pernah kutemukan namaku tertulis dalam bukumu. Dan kalau kamu ingin tahu, aku tidak keberatan, tidak sama sekali. Aku juga tidak akan pernah meminta kamu menghapus satu katapun dalam buku itu, agar namaku bisa tertera disana, lagi pula sekalipun aku meminta kamu pasti akan menolaknya. Aku tidak pernah berusaha merusak apapun yang kamu tulis. Aku merasa baik-baik saja, membaca lembar demi lembar bukumu, menyelami setiap kata-katamu yang mengagumkan, meskipun lagi-lagi itu bukan tentang aku, aku tidak apa-apa. Sampai kamu tiba-tiba menarik buku yang sedang aku baca, lalu pergi begitu saja.
Sadarkah kamu? Yang kamu bawa pergi, bukan hanya buku milikmu. Tapi bukuku ikut terbawa. Walaupun ini juga salahku, tidak menjaga bukuku dengan baik dan telah meletakkannya ditempat yang salah. Dan hari ini ketika kamu mengembalikannya, ada tumpahan tinta hitam di dalamnya. Mungkin kamu berniat menuliskan pesan yang baik untukku, tapi harus aku katakan kamu kurang hati-hati. Pasti ada yang salah, entah pena yang kamu gunakan atau tinta yang kamu tuangkan, atau… memang bukuku terlihat lebih pantas ditulisi dengan sembarangan. Apapun itu, yang pasti aku sedih karena sekarang, ada yang berubah, dan bukuku tidak lagi sama. Aku tau, kamu tidak akan mau repot-repot membersihkannya, jadi tentu saja harus kubersihkan sendiri dan itu sulit. Tintanya sulit sekali hilang, tapi aku terus mencoba, sampai ada seseorang yang mengatakan, "Sekuat apapun usahamu untuk menghilangkan tintanya, ia tidak akan pernah benar-benar hilang. Pasti akan ada bagian yang tersisa. Salah-salah kamu malah akan merusak bukumu sendiri jika terlalu memaksa menghapusnya. Satu lembar memang telah terhitamkan, tapi bukankah kamu masih mempunyai halaman-halaman yang lain? Mulailah menulis dalam lembaran yang baru. Tulis hal-hal yang indah dan itu akan menutupi tinta hitamnya.”
Ya mungkin memang benar, tapi tetap saja, andai kamu tidak berusaha menuliskan apapun dalam bukuku, jadinya tidak akan seperti ini. Aku tahu niatmu baik, tapi seharusnya kamu mengerti, tidak semua yang kamu pikir baik akan jadi baik pula untuk orang lain. Aku betul-betul tidak faham bagaimana kamu bisa berfikir pesan itu akan baik untukku sedangkan kamu sama sekali tidak pernah mengenalku dengan baik. Aku tidak mengerti apa yang kamu pikirkan dan apa tujuannya, itu terlalu rumit untuk aku yang menyukai kesederhanaan.
Dan buku itu adalah analogi, tentang emm… perasaan mungkin.
Apa yang aku rasakan sebenarnya sederhana saja, sesederhana menulis dan bercerita, perasaan yang mungkin akan hilang jika sudah saatnya. Lantas mengapa tidak dibiarkan saja dulu. Apa sulitnya berpura-pura tidak tahu kalau ada seseorang yang mengagumimu? Tak acuh saja, tidak sulit kan?
Toh aku tidak mengganggu, aku tidak pernah berusaha merusak apapun. Aku hanya ingin dibiarkan, dibiarkan merasa senang saat melihatmu berjalan diantara lorong-lorong kelas, sementara kamu tidak perlu mengenalku. Dibiarkan menulis apa saja tentangmu, sementara kamu tidak perlu membacanya. Dibiarkan menyapamu sesering mungkin hanya dihadapan sahabat-sahabatku sementara kamu tidak perlu menjawabnya. Seperti itu saja, seperti dulu, sebelum aku tahu ternyata kamu mengenalku. Seperti dulu, saat kamu berlalu begitu saja tanpa kamu tau bahwa orang yang baru saja kamu lewati, mengagumimu.
Ini sebenarnya mudah. Biar aku disini dengan semua yang aku rasakan dan kamu tetap disana, agar tercipta jarak sejauh mungkin, jika kamu menganggap aku mengganggu. Biar aku yang melihat dan kamu tidak perlu menoleh. Biar aku yang memuji dan kamu tidah usah peduli.
Sudah aku katakan bahwa aku tidak pernah berharap ‘pohon’ yang aku tanam akan tumbuh, karena dari awal aku tau, sudah salah menabur benih di ‘tanah’ milik orang lain. Aku yakin kamu bisa mengartikannya, aku tidak berharap apapun. Apapun.
Dan seringkali aku katakan bahwa aku tau, sangaaattt tau, rumah yang aku tuju, rumah yang aku tunggu, sudah berpenghuni dan aku tidak pernah berniat mengusik penghuninya, jika itu yang kamu khawatirkan.
Lalu apa lagi?
Jika kamu ingin aku berada sejauh mungkin dari rumah itu, aku sedang melakukannya, tapi kamu tau? Secara tidak langsung kamu telah membawaku kembali kehadapan rumah itu beberapa hari ini. tapi tenang saja, kali ini ‘I just come and go.’
Maaf jika sudah membuatmu terganggu dengan apapun yang aku kira melakukannya adalah bagian dari HAKku.