Sabtu, 02 November 2013

Bulan Bintang

Aku adalah yang sedang dalam perjalanan pulang
Dari petang menuju pagi yang terang

Matahari mulai berujar selamat tinggal
Semua jadi senyap, tersaru pekatnya gelap
Sambil terus merapal doa
Kuambil langkah yang pertama
Sepanjang perjalanan
Aku bertemu kerikil dan duri-duri
Bersua kubangan, tanjakan dan tajamnya tikungan
Ah Pagi, untuk bersamamu ternyata tidak mudah
Seringkali aku merasa lelah
Bahkan untuk sekedar maju satu langkah

Saat benar-benar takut dan putus asa
Di langit sana bermunculan titik-titik pembawa cahaya
Aku mengenalinya, orang-orang menyebutnya bintang
mereka berkedip nakal, manis sekali benda langit itu
Bintang mengenalkanku pada kawan karibnya
Namanya bulan
Pemilik sinar mengagumkan
Tidak ada penghuni malam yang lebih cantik dari bulan
Aku menyukai keduanya, bulan serta bintang
Mereka akan jadi kawan perjalananku menjemput Pagi

Aku terus berjalan
Menyusuri malam yang lebih suka terdiam
Tidak pernah ramah
Malam yang selalu dingin dan basah

Aku tidak akan kalah oleh keadaan ataupun gelapnya malam
Bulan dan Bintang telah memberikan cahaya terbaiknya
Mengiringiku, menemani menjadi pelipur sedih dan gusarku
Aku tidak ingin berhenti

Dan lihat! sekarang aku disini
Aku sampai pada tujuanku
Menemui pagi yang selalu kusukai
Pagi yang tak pernah alpa kukagumi

Dan untuk Pagi, aku membawakanmu bingkisan
Buah tangan dari perjalananku tadi malam
Sebuah pesan yang tak boleh terlupakan

Berterimakasihlah pada mereka
Bulan dan bintang...
Tanpa mereka, aku tidak akan sampai disini
tidak akan pernah sampai padamu, Pagi

Berterimakasihlah pada mereka
Bulan dan Bintang
Mereka…
Aku memanggilnya orang tua
Aku mencintai keduanya
Mereka teman dan pelindung paling setia
Tanpa mereka, kita tidak akan pernah berjumpa

Jumat, 01 November 2013

Namaku Indonesia

Namaku Indonesia

Dulu namaku Indonesia…
Ribuan pasang mata dari berbagai penjuru dunia dibalut iri menatapku
Putra-putri kebanggaanku
tumbuh riang gembira, dengan arum manis di kedua tangan mereka
Mata mereka berkilau, lengannya kokoh
Siap menerima tongkat estafet pemerintahan dari para pendahulu

Dulu namaku Indonesia…
Siapa yang tidak ingin menjejakkan kaki di tanahku?
Mencicipi jernih mata airku?
Membungkus pesonaku dalam ingatan?
Lihat alamku… pucuk – pucuk cemara yang bergoyang di lereng bukit
Juga awan putih bersih yang berenang manja di riakan langit
Ah cantik bukan?

Dulu namaku Indonesia… ya… Indonesia
Dengan semboyan ajaib perekat bangsa
Bhineka Tunggal Ika
Dengan nasionalisme yang memerah dalam darah
putih menyumsum dalam belulang

Tapi itu dulu…
sekarang lain cerita
Kini wajahku memar berdarah-darah
Mataku tak pernah kering dari air mata

Putra-putriku, sungguh malang nasib mereka
Putus sekolah hanya karena kurang biaya
Bukan bermain gembira malah harus bekerja
Beban keluarga ditaruh pada pundak-pundak ringkih mereka

Alamku?
Ah entah apa kabarnya
Hutannya gundul dijarah
Ikannya habis diterkam pukat harimau
Bunga-bunganya layu diracuni polusi

Nasionalisme yang dulu galak
Menyentak setiap pemberontak
Bagai hilang digulung gerakan ombak
Habis. Tak ada sisa
Kini, setetes bensin bahkan mampu menyulut petaka
Padahal kalian saudara sebangsa

Aku dibuat merana oleh penguasa dan rakyat yang saling tuduh dan buruk sangka
Aku disakiti, bahkan oleh mereka yang kuberi tanah untuk berdiri
Yang kudekap dalam bumiku ketika mereka mati
Dulu namaku Indonesia
Sekarang aku penuh luka
Tapi….. namaku tetap Indonesia.



best regard
via