Rabu, 07 November 2012

Untuk Pecinta Gunung, Ayah.

Senja sore ini... pertanda satu hari lagi yang mulai merenta, tua...
ah ya... jadi teringat batang usiaku yang juga kian menjulang.
Ayah, rasanya baru kemarin ya,
suara beratmu melantunkan adzan di telingaku.
rasanya baru kemarin, kau menaruhku di punggungmu, lalu berdua mengejar kupu-kupu.

Sekarang aku sudah besar, Ayah. Aku sudah besar!!
dan putrimu ini...
sudah sangat pandai!!
pandai menghancurkan hidupnya sendiri.
pandai menciptakan kegagalan, lalu menangis.
pandai mengeluh saat bersua elegi.
Ayah... maaf.

dan mengapa?
mengapa aku tidak tumbuh seperti yang Ayah inginkan?
harapan-harapan terhadap putri kecilmu dulu
dengan riang, kini aku patahkan.
tapi marahmu bergeming, kecewamu terlelap
tetap kau legamkan kulitmu, kau lucuti belulangmu
kau bilang itu, buatku.
buatku, putri yang selalu kau banggakan.

Andai diizinkan berego,
Ayah, aku ingin kau tetap disini, disampingku...
tidak boleh pergi, jangan pergi...
sampai aku bisa membalas sedikit, dari sekian banyak kebaikan yang tanpa cela kau beri.

31 Oktober 2012
untuk yang begitu mencintai pegunungan, Ayah.