Minggu, 06 Februari 2011

Symphony Terakhir (cerpen)

Symphony Terakhir (cerpen)


***

...RIO, RIO, RIO, ALVIN, RIO, RIO, RIO, RIO, RIO, ALVIN, RIO...

"setelah melihat hasil suara yang telah dihitung tadi, maka dapat diketahui bersama bahwa ketua OSIS SMA Putra Bangsa untuk tahun angkatan baru ini adalah Mario Stevanooo..."

prok-prok-prok.

Suara tepuk tangan membahana, memenuhi ruang dengar setiap siswa yang hadir pada siang hari ini.

ya, harusnya gue sadar. gue nggak akan mungkin menang saingan sama rio, batin seorang pemuda sipit yang berdiri tak jauh dari Rio.

"weis bro selamat ya," ujar pemuda tadi, ekspresinya sama sekali tidak menunjukkan kekecewaan yang melanda hatinya karena kalah oleh Rio dalam pemilihan ketua OSIS tahun ini.

"thanks, vin" jawab Rio, pemuda jangkung yang baru beberapa menit tadi resmi menjadi ketua OSIS SMAnya.

"traktirannya ya, yo," balas pemuda bernama Alvin tadi.

"bereees, yuk cabut," rio merangkul pundak alvin, kemudian berdua mereka beranjak dari aula barat ke arah kantin.

Rio Stevano, kini resmi menjadi ketua OSIS SMA Putra Bangsa, prestasi yang membanggakan tentunya. lebih dari itu, pagi tadi baru saja ia mempersembahkan sebuah piala bergilir untuk sekolahnya karena telah memenangkan gelar musrid berprestasi. Rio adalah sosok sempurna, setidaknya begitulah yang orang-orang lihat. Rio seperti tidak ada henti-hentinya membuat orang lain berdecak kagum dan bangga. Tampan, pintar, berprestasi, aktif, ramah, populer, anak band, putra orang berada, nyaris tak ada satu pun yang bisa dicela dari diri seorang Rio. Rio dan Alvin adalah sahabat kental, mereka telah berteman sejak di sekolah dasar, keduanya begitu kompak dan saling melengkapi, sampai-sampai ada yang mengatakan Rio dan Alvin adalah satu paket, di mana ada Rio di situ pasti ada Alvin. Rio sangat peduli pada alvin, begitu juga sebaliknya.

*

"gue mau ngomong sebentar," ujar Gabriel pada suatu hari, "soal band kita," lanjutnya perlahan, "gue rasa kita harus ganti vokalis" Gabriel memandang Alvin dengan ekspresi memohon.

"tapi kenapa?" tanya Alvin heran.

"iya,Vin. gue rasa sebaiknya lo tukeran posisi sama rio. Dia di vokal dan lo gitarisnya," terang Gabriel.

"iya tapi apa alasannya?"

"ayolah vin, ini demi band kita, lo tau kan sekarang lagi booming lagu-lagu mellow gitu dan yaaa gue fikir rio lebih cocok bawainnya. lo ingat kan perform terakhir kita kemarin, semua lebih seneng pas Rio nyanyi. Ok gue tau mungkin ini nyakitin lo, tapi vin coba lo fikirin lagi, demi band kita."

"tapi Gab gue rasa alvin juga bisa kok," bela Rio.

"yayaya gue ngerti kok Gab, dan gue setuju aja kok," jawab alvin sesantai mungkin meski senyum pahit tak bisa ia sembunyikan.

Rio menatap alvin, "Vin..."

"Udah lah Yo, gue yakin kok lo bisa lebih baik dari gue. Kita perjuangin band kita ini bareng-bareng."

Rio mengangguk, "Ok vin, tapi kalo nanti lo berubah fikiran dan pengen tukeran posisi lagi sama gue, lo harus ingat bahwa gue nggak aka pernah keberatan, jadi lo jangan ngerasa nggak enak atau gimana-gimana ya," pesan Rio panjang lebar, "Oh iya gue duluan ya ada bimbingan buat olympiade fisika lusa. duluan sob," Rio menepuk pundak Gabriel dan Alvin bergiliran lalu pergi ke arah ruang guru.

"dadah, Rioku sayaaang," seloroh Alvin sambil melambai-lambaikan tangannya yang dibalas dengan endikan bahu oleh rio.

beruntung banget sih lo, Yo. Andai bisa lo bagi keberuntungan lo buat gue, satu aja, Yo, batin alvin.


Ya, itulah alvin. Ia dikenal sebagai pemuda yang ramah, ceria dan supel. Tidak banyak yang tau tentang alvin, termasuk Rio sahabatnya, karena pemuda yang satu ini temasuk tipe orang yang lebih senang bersembunyi di balik senyum jahil dan kelakuan ajaibnya.

"hayoooo, ciyee alvin ganteng banget hari ini."

Alvin yang beberapa saat lalu asik melamun, terpaksa merelakan lamunannya berai oleh suara seorang gadis yang amat ia kenal.

"lo apaan sih ngagetin aja," sewot Alvin, "iya dong harus ganteng kan hari ini bakalan jadi hari special buat gue."

"aaaaa gue tau pasti mau kencan ya ciyeee..." tebak gadis itu, heboh.

"ada deh, ntar juga lo tau. Eh iya, pulang sekolah gue mau ngomong bentar ya sama lo. nggak ada kegiatan kan?"

"nggak kok. ok deh di taman ya. Gue juga mau cerita sama lo," balas gadis manis tadi.

*

"lama banget sih lo, vin," keluh gadis yang tadi berjanji menemui Alvin di taman.

"Iya iya sorry Fy. Eh iya lo katanya mau cerita, apaan?" tanya alvin pada gadis yang ternyata bernama Ify tadi.

"lo duluan deh!!" suruh ify.

"nggak ah, cewek duluan."

"Ih lo dulu aja, gue maluuuu."

"Ok deh. mmm... Fy sebenarnya... sebenarnyaaa gue ituuu anu Fy jadi mmm... gue suka itu aduh gimana ya..."

"Ah lama deh. ya udah gue duluan," serobot Ify tidak sabar, " Vin, gue tu lagi seneeeengg banget banget bangeeet. semalam rio nembak gueee..." ucap ify bersemangat, wajahnya tersipu-sipu.

Alvin terdiam.

"so sweeett banget tau VIn. Gue dibawain belasan mawar putih, udah gitu rio nyanyi buat gue. seneng parah parah paraaah, Rio romantis ya vin?" Ify menatap Alvin meminta pendapat, sedang yang ditanya malah terlongong tak jelas, "Alvin? Alviiiin? Ih jahat deh lo nggak dengerin gue ya?" Ify mengerucutkan bibir tipisnya.

"dengar kok, dengar. Selamat ya, Fy," ucap alvin lirih.

"iya, makasiiih. kalo mau minta PJ ke Rio aja ya. hehe," Ify terkekeh, "Eh iya tadi lo mau ngomong apa?" tanya ify.

"ohh itu, mmm... nggak kok, nggak penting, kapan-kapan aja. ya udah ya gue duluan. Ada pengumuman hasil seleksi kapten basket," alvin buru-buru melesat meninggalkan taman berikut Ify yang masih menatap heran ke arahnya.

"aneh" gumam ify.

*

"setelah seleksi kemarin, saya memutuskan yang menjadi ketua tim basket putra tahun ini adalah Rio Stevano" putus pak Irwan, pelatih tim basket Putra Bangsa.

"YYEEEE..." sorak anggota tim basket lain yang memang sudah memprediksikan Rio yang akan jadi Ketua tim mereka.

Rio tersenyum puas, hasil kerja kerasnya berlatih lagi-lagi membuahkan hasil yang memuaskan. Selesai beramah-tamah kepada teman-temannya yang mengucapkan selamat. Rio menggandeng ify yang sejak semalam resmi menjadi kekasihnya lalu menghampiri alvin yg tertegun sendirian.

"kenape lo? tumbenan amat diem, biasanya juga kayak belut keabisan air lo?" tegur rio.

"nggak lucu!!!" sentak alvin.

"yeee nyolot amat, pak? lagi dapet ya?"

"DIAM LO!!! nggak lucu ngerti nggak sih lo?"

"loh biasa aja dong, vin. Kenapa sih lo? Gue kan nggak ada salah apa-apa sama lo?" emosi rio mulai terpancing.

"oh,iya. Lo benar, lo selalu benar, seorang Rio Stevano nggak salah apa-apa dan gak akan pernah salah," bentak alvin, "lo mau tau gue kenapa? gue capek, yo. gue CAPEK. capek punya teman kelewat sempurna kayak lo. Lo bilang kita sahabat, gue udah anggap lo sodara gue. Tapi kenapa lo ambil semua yang gue mau, kenapa yo? lo tau kan, dari kecil gue pengen jadi kapten basket, lo tau gue selalu bermimpi jadi pemimpin suatu organisasi, lo tau kan gue suka nyanyi. lo tau semua yo, semuanya. terus kenapa yo? Kenapa lo ambil semuanya? gue benci lo, GUE BENCI!!!" alvin berteriak dan berlari menjauh.

rio berusaha mengejarnya. "Vin, Alvin. tunggu biar gue jelasin," panggil rio.

alvin terus berlari, tak peduli apapun yang Rio ucapkan. Hingga...

BRAAKKK... CCIIITTT...

Sebuah mobil sedan hitam menabrak alvin, tubuh pemuda itu terpental beberapa meter dengan darah yang menganak sungai. Rio dengan sigap mengangkat tubuh sahabatnya, dibantu warga sekitar Alvin segera dilarikan kerumah sakit.

*

beberapa hari berselang setelah kejadian naas itu, hari ini Alvin baru sadar dari tidur panjangnya. Rio dan ify yang mendapat kabar gembira itu dari keluarga Alvin, segera bergegas mengunjungi Alvin. Selama Alvin koma Rio dan Ify selalu menyempatkan diri menjenguk Alvin. terutama Rio, seringkali pemuda itu bolos sekolah hanya untuk menemani sahabatnya berjuang untuk hidup.

"Vin," sapa Rio, lembut.

"mau ngapain lo kesini? Mau ngetawain gue karena sekarang gue buta?" tuduh alvin.

Ya, kecelakaan itu memang membuat alvin kehilangan penglihatannya dan membuat kebencian pemuda itu pada Rio semakin menjadi.

"alvin, Rio tu kesini niatnya baik. dia mau minta maaf, kok lo malah nuduh kayak gitu?" bela ify.

"terus aja, terus aja lo belain pangeran lo ini. Rio yang perfect, yang sempurna, yang serba bisa. siapa juga yang mau belain gue, siapa yang bakal peduliin gue. Alvin si buta. ha-ha-ha," Alvin tertawa perih. "Seneng yo? bahagia? gue masih terima Yo, gue terima lo ambil harapan gue, lo rebut cita-cita gue, tapi gue nggak terima lo hancurinperasaan gue. lo ambil cinta pertama gue. loe tau, gue suka ify. Tapi lo juga rebut dia dari gue. apa sih sebenarnya salah gue sama lo Yo, kenapa lo setega ini sama gue. kurang baik apa, gue sebagai sahabat?"

"tapi gue sama sekali nggak tau,Vin. soal ify, gue nggak tau lo punya perasaan lebih sama Ify."

"Iya itulah buruknya lo. nggak pernah mau tau perasaan orang lain."

"vin..."

"udah mendingan lo keluar. KELUAR LOSEMUA, KELUAR!!!" usir alvin, kasar.

"udah yo, kita keluar aja dulu. Alvin butuh sendiri." ucap ify, sambil menggandeng rio keluar.

Meski telah diusir, tanpa sepengetahuan alvin, Rio selalu memantau keadaan alvin. bahkan rio menyuruh ify untuk merawat dan selalu menemani alvin karena ternyata hanya Ifylah yang Alvin perkenankan menemuinya dan keberadaan Ify selain diterima baik juga menjadi motivasi Alvin untuk sembuh. Kebencian alvin membuat rio kacau. Ia jadi jarang masuk sekolah, di kelas pun terlihat selalu melamun, nilai-nilai ulangannya turun drastis. semua prihatin dengan keaadaan pemuda itu. terlebih, sekarang Rio sering kali sulit dihubungi dan menghilang begitu saja, seperti terkubur bumi.

*

Suatu hari, kabar gembira datang. alvin mendapatkan donor mata. Beberapa hari kemudian pemuda itu menjalani operasi. operasinya berjalan lancar, kini alvin sudah bisa melihat kembali. tiga hari pasca operasi, alvin sudah diperbolehkan pulang. ditemani Ify serta kedua orangtuanya Alvin kembali ke rumah.

"lo kenapa,Fy? Kok kayaknya sedih gitu? nggak senang gue udah boleh balik," tanya alvin pada ify yang saat itu sedang menemaninya duduk-duduk di halaman belakang rumah.

"Vin gue udah ceritain semuanya kan sama lo, kenapa gue ada di sini sekarang, kenapa gue bersedia nemenin dan ngerawat lo selama di rumah sakit, maaf Vin maaf banget tapi itu semua semata-mata hanya karena permintaan Rio. dan apa lo nggak tersentuh? segitu pedulinya dia sama lo, dia biarin ceweknya dekat dan selalu ada buat orang lain. sekarang dia ngilang Vin, Rio udah berminggu-minggu nggak bisa dihubungi. apa lo nggak khawatirin dia, kayak dia yang selalu mikirin keadaan lo? jujur gue nyesel vin, kenapa gue mau-maunya nemenin lo, padahal Rio juga lagi butuh suport dari gue," ify menangis tersedu, membayangkan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa saja menimpa Rio, "Gue sedih Vin, gue takut rio kenapa-napa. Riooo, kamu dimana sih?"

Alvin tergugu. Ya memang benar kata orang, cinta itu tidak bisa dipaksakan. Alvin berharap terlalu jauh, sedekat apapun ia dengan Ify akhir-akhir ini, hati gadis itu sudah dimiliki Rio. Alvin tidak akan bisa merubahnya. Justru jika bicara soal cinta di dunia ini, selain cinta dari keluarga, cinta lain yang lebih tulus adalah cinta milik seorang sahabat sejati. dan bodohnya Alvin telah menyia-nyiakan cinta semacam itu.

*

Suara bel berdentang beberapa kali sebelum seorang wanita paruh baya tergopoh-gopoh membukakan pintu.

"eh, den alvin" sapa wanita itu, santun.

"rionya ada,Bi??" tanya alvin.

"den Rio?" mendengar nama itu disebut wajah wanita yang sepertinya pembantu di rumah ini, dalam sekejap langsung berubah sedih, kesedihan yang teramat dalam, "den Rio..."

Alvin tidak sabar, "ya udah deh, alvin langsung ke kamarnya aja ya, bi."

*

"yo, lo kemana aj-"

Sepi. Di kamar Rio tak ada siapa-siapa. kamar yang biasanya dipenuhi serakan buku itupun kali ini nampak begitu rapi. Alvin masuk ke dalam. dilihatnya, di atas nakas dekat tempat tidur tergeletak beberapa botol obat dan terdapat bercak-bercak darah kering yang berceceran pada bedcover. Ada selembar kertas diatas botol-botol obat itu.

"kanker otak?" gumam Alvin.

"den rio anak yg baik," suara wanita paruh baya tadi tiba-tiba menyapa ruang dengar alvin, memecah sepi yang berkuasa, "anak yang sangat baik, jadi tuhan ingin bertemu dengannya lebih cepat."

Alvin terduduk lemas, tulang-tulangnya serasa dilucuti. Ia merasa sebagian dari tubuhnya ada yang ditarik pergi dengan paksa. SAKIT. PEDIH.

"setelah menjalani perawatan beberapa hari, den rio tetap tidak tertolong. tepat lima hari yang lalu den rio tutup usia dan dikuburkan di kampung halamannya di Manado. kita hanya bisa ikhlas, den Alvin. Saya juga sangat kehilangan. Dan ini, kata tuan dan nyonya den Rio ingin agar kaset ini diberikan kepada den Alvin kalau suatu saat den Alvin mencarinya. kalau tidak berarti den alvin sudah bahagia dan melupakan den rio, begitu katanya," papar pembantu rumah tangga itu seraya menyerahkan sebuah kaset Video dan sepucuk surat, lalu ia berlalu smbil terisak kecil.

Alvin sangat ingin tau, apa isi kaset itu. Maka disetelnya kaset tersebut saat itu juga, di kamar rio. Saat kaset video itu mulai diputar, terdengar petikan gitar dan suara lembut rio.

Alun sebuah symphoni, kata hati disadari. Merasuk sukma kalbuku, dalam hati ada satu

Lagu ini? Alvin sangat ingat, ini adalah lagu favoritnya dengan rio.

Saat alvin melihat kaset video itu, muncul foto-foto masa kecilnya dengan rio. Foto saat ia dan rio bermain bola, saat ia dan rio bermain hujan. Saat rio membonceng alvin dengan sepeda baru rio.

Air mata alvin tak kuasa dibendung, matanya terasa`merah memanas.

lagu terus mengalun...

Manis lembut bisikanmu, merdu lirih suaramu, bagai pelita hidupku.

Sekarang gambar berganti, kini foto saat alvin dan rio menerima rapor pertama mereka, foto Rio dan Alvin bernyanyi bersama, foto Rio dan Alvin bersama almarhumah Mama Alvin, foto-foto saat ulang tahun alvin.

"bodoh lo, vin. Ngapain dulu lo maki-maki rio? ngapain lo bentak-bentak rio, vin? Rio nggak salah, lo jahat vin, lo iri sama rio." alvin memaki dirinya sendiri.

Berkilauan bintang malam, semilir anginpun sejuk, seakan hidup mendatang dapat kutempuh denganmu

Alvin tak sanggup lagi melihat video itu, semua kenangan tentang rio, tentang kebaikan rio, tentang persahabatan mereka, semuanya berputar-putar di kepala alvin. membuat ia semakin merasa bodoh, jahat dan menyesal. Alvin memutuskan untuk ganti membaca surat yang rio tulis.

Dear alvin sobat terbaik gue

vin, maafin gue, kalo selama ini gue salah. kalo selama ini gue nggak bisa jadi sahabat yang baik buat lo. kalo selama ini gue cuma bisa bikin lo repot dan capek. Vin, kalo gue boleh jelasin, gue jadi ketos, gue berusaha jadi murid berprestasi, gue jadi ketua tim basket, itu semua bukan buat nunjukin kalo gue lebih hebat dari lo. Justru gue iri vin sama lo. Lo masih punya banyak kesempatan buat bahagiain orang-orang yang sayang sama lo. Gue iri, vin. Waktu gue terbatas, karena penyakit sialan ini. gue lakuin semuanya cuma karena gue nggak mau dikasihani, gue mau dianggap sama kayak anak-anak sehat lainnya. gue nggak mau dikasihani vin, nggak mau.


Berpadunya dua insan, symphony dan keindahan. Melahirkan kedamaian, melahirkan kedamaian.

Gue cuma mau bikin semua orang bangga sama gue, gue cuma mau orang-orang selalu inget sama gue sebelum gue pergi. gue nggak mau waktu gue kebuang sia-sia
Maaf vin, maafin gue kalo keinginan gue itu salah dan mengganggu buat lo. maaf kalo keinginan gue itu nyakitin lo. Gue nggak tau vin, demi apapun gue ngak tau.


Syair dan melody, kau bagai aroma penghapus pilu. Gelora dihati, bak mentari kau sejukkan hatiku.

Lagu dari kaset itu terus mengalir bersama dengan air mata alvin. meskipun laki-laki, alvin sungguh-sungguh tak kuasa menahan tangisnya. kehilangan satu-satunya sahabat terbaiknya, tentu deraian air mata saja tidak cukup untuk melukiskan betapa besar kepedihan yang Alvin rasa.

suara rio yang terekam dalam kaset semakin ke sini terdengar semakin melemah.

Dan soal ify, gue cuma pengen ngerasain gimana rasanya punya pacar, gimana rasanya disayangi dan diperhatiin vin, sebelum gue mati. Gue nggak tau kalo lo juga suka sama ify. iya gue bodoh, gue nggak peka, gue egois dan nggak pernah mikirin perasaan orang lain. Saat lo marah sama gue, gue takut, vin. Gue ngerasa sendirian, jadi gue mohon jangan marah lagi ya vin, maafin gue.

Burung-burung pun bernyanyi bungapun tersenyum melihat kau hidur hatiku

gue marah, yo. marah banget, lo anggap gue apa yo? kanker dan lo nggak pernah cerita sama gue? Kenapa lo nggak cerita yo? batin alvin.

Saat lo baca surat gue ini, kemungkinan besar penyakit sialan ini udah bawa gue pergi dari dunia. Tapi gue nggak pernah jauh vin dari lo. lo harus percaya itu. Gue titip mata gue ke lo supaya lo tetap ngerasa dekat sama gue, karena bagian dari gue ada di tubuh lo sekarang. gue juga titip Ify, Vin. jagain dia, bahagiain dia, sampein maaf gue ke dia juga. Sekali lagi, gue mohon mohon mohon maaf banget vin, maafin gue.

Rio.


Hatiku mekar kembali, terhibur symphony, pasti hidupku kan bahagia


"jadi mata ini? mata lo, nggak mau yo sama gue, lihat dia selalu ngeluarin air mata," ucap alvin lirih, "gimana gue mesti jelasin sama ify, yo? dia pasti bakal sedih banget," gumam alvin pilu.

alvin melihat kembali pada video itu, kini gambar berganti. Seorang lelaki kurus dan pucat, terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Di tubuhnya tertempel banyak alat medis. Matanya sayu dan terlihat sangat lelah. Tapi dia tetap tersenyum dengan tulus.

"rio.."

alvin tak mampu lagi melihat rio dalam keadaan seperti itu, dia menyesal atas semua sikapnya pada rio.

"yo, hidup lo udah sempurna, kenapa lo tinggalin itu semua? Tapi lo berhasil, Yo. Semua orang nggak akan pernah lupa sama lo, rio si ganteng, rio si perfect, rio sang ketua osis. Semua orang bakal inget sama lo. Gue maafin lo, yo. Dan gue harap lo juga maafin gue," kata alvin sambil menatap foto rio, "gue bakal kangen bnget sama lo," alvin menghapus air matanya, ia mengusap bercak-bercak darah di kasur rio.

bersamaan dengan itu kaset video dari rio pun mati.

Pasti hidupku kan bahagiiaaaaa...


THE END.

***

best regard

via

0 komentar:

Posting Komentar