Minggu, 06 Februari 2011

Dunia Tak Selalu Memihak (cerpen)

Dunia Tak Selalu Memihak (cerpen)

***

dunia tidak selalu memihak
dunia tidak selalu menyayang
maka bertahanlah jika kamu mampu
tapi menyerahlah dengan terhormat bila kamu lelah


matahari kala itu bersinar sangat terik, memandang dengki pada bumi yang berpohon minim.

"korannya pak, koran, koran. Koran pak, bu," seorang pemuda dengan suara lantang begitu bersemangat menjajakan koran dagangannya di pertigaan jalan saat lampu merah.

"dek,koran!" panggil seorang bapak, berjaket coklat gelap.

"ini pak, 7 ribu rupiah," ucap pemuda tadi setelah menyerahkan koran pada Sang Bapak, "wah pak, nggak ada kembalian, ada uang kecil?" lanjut pemuda tadi saat menerima uang 20 ribuan yang disodorkan pelanggan pertamanya hari ini.

"ya sudah, ambil saja kembaliannya," balas Sang bapak sambil tersenyum.

"betul pak?"

bapak itu mengangguk sebelum menutup kembali kaca mobilnya.

"terima kasih pak terima kasih," ucap pemuda itu seraya membungkuk beberapa kali.

cha, kita bisa makan enak sekarang cha, batin pemuda itu.

pemuda itu terlalu senang hingga ia tidak memperhatikan jalanan di sekitarnya dan...

BRAKKK...ciiitt...

Sebuah motor menyerepetnya, koran yang dipeluk pemuda itupun jatuh berhamburan.

"woiii, punya mata nggak sih lo?" sentak pengemudi motor itu dan langsung pergi.

"auu," erang pemuda tadi, ia lantas berusaha bangkit memunguti koran-korannya, "yah, semua rusak," keluhnya, "nggak bisa dijual lagi gong. gimana nih?" ia memandangi koran-korannya dengan perasaan sedih, "uangnya? Mana uangnya?" ia tersentak uang yang tadi digenggamnya pun ikut hilang entah kemana.

*

"cha,kakak pulang,"

"eh, kak rio. Untung kakak udah pulang, acha udah laper ni," balas seorang gadis kecil bernama Acha, "Lho,kak rio? kenapa kok tangannya lecet-lecet begitu?"

"cha, maafin kakak ya, kakak nggak bawa makanan. tadi kakak diserempet orang dan semua koran dagangan kakak rusak," jelas pemuda bernama rio itu.

"oh iya nggak apa-apa kok, acha juga belum laper-laper banget, yang penting kak rio nggak kenapa-kenapa kan?" Acha tersenyum maklum.

'krruuukkk'

Mulut acha mungkin bisa berbohong, tapi tidak dengan perutnya yang memang sudah merengek-rengek minta diisi. mendengar suara perut acha yang menyirikan bahwa adiknya itu sedang kelaparan membuat Rio merasa sangat tidak berguna sebagai kakak.

"mmm... acha ambilin air panas ya buat bersihin lukanya," sela acha mengalihkan perhatian.

maafin kakak, cha. maafin kakak, batin rio.


*
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali rio sudah bangun dan pergi ke pasar, "hari ini aku harus dapat uang buat beli makanan buat acha" tekadnya.

Dipasar rio bekerja tanpa lelah, peluh bercucuran membasahi wajahnya. Rio bolak-balik memanggul belanjaan ibu-ibu dipasar. setelah siang hari, rio memutuskan untuk pulang dan membelikan makanan untuk adik kesayangannya yang sedang menantinya di rumah. tapi sesampainya di pelataran rumah terdengar suara tangisan Acha, perasaannya tidak enak, manusia sialan itu pasti lagi-lagi mengganggu adiknya.

"aaaaaaarrgghh," jerit suara dari dalam rumah.

"AYAH!!!" sentak rio, "Ayah apa-apaan sih jangan sakitin Acha," katanya seraya memeluk acha yang terduduk ketakutan di sudut ruangan.

"kamu habis bekerja kan? sekarang mana, kemarikan uang kamu!"

"NGGAK!!! APA AYAH NGGAK MALU, HARUSNYA AYAH YANG MENCARI UANG, YANG MEMBERI KAMI MAKAN. AYAH INI MANUSIA TAPI KELAKUAN AYAH SEPERTI BINATANG," teriak rio, lantang.

PLAKKK

tamparan keras mendarat di pipi kanan rio.

"kak rio," jerit acha, "jangan ayah, jangan pukul kak rio!"

"DASAR ANAK KURANG AJAR KAMU, MANA SINI UANGNYA!!!" sentak sang Ayah seraya pergi dan merebut uang hasil kerja rio hari ini.

"kak rio," ucap acha lirih sambil menghapus darah yang menitik dari sudut bibir rio, "acha takut kak."

rio hanya tersenyum, memeluk acha dan mengelus rambutnya, "ma, kenapa mama begitu cepat ninggalin kita, Ayah jahat ma. andai mama masih di sini," ucap rio dalam hati.

Rio dan Acha, kakak-beradik yang setahun lalu di tinggal pergi oleh ibu mereka. Semua menjadi susah sejak saat itu, sang ayah yang diharapkan bisa menjaga dan melindungi mereka, malah menjadi seorang pemabuk karena frustasi atas kepergian istri tercintanya.

*

suatu malam, Rio dan Acha lagi-lagi harus kembali pergi tidur dalam keadaan perut yang lapar. seharian ini mereka hanya meminum air putih yang malah membuat kembung tanpa bisa menghilangkan rasa lapar sedikit pun.

"ma, jangan tinggalin acha, ma. Acha ikuuut..." acha mengigau dalam tidurnya.

"cha! acha kenapa?" tanya rio lembut, sambil memegang kening acha, "ya tuhan! kamu panas banget, Cha. kamu sakit?"

acha tidak menjawab. dari hidungnya malah keluar darah segar.

Tanpa pikir panjang, rio menggendong acha dan berlari kerumah sakit, "kamu sabar ya,cha. Acha harus kuat, kakak akan bawa acha kerumah sakit."

di tengah jalan, hujan deras turun, disertai kilat dan guntur. Rio terpaksa berhenti di emperan toko. Acha memucat dan menggigil, rio melepas kaosnya dan menyelimutkannya ke tubuh acha. Rio memeluk acha dengan erat. malam seakan ikut berduka dan menangis melihat dua anak manusia yang tersisih ini.

"tolooonng, tolong adik saya," Rio berteriak meminta pertolongan, saat beberapa mobil berlalu-lalang melewati jalan di hadapanny. tapi tak ada satu pun yang peduli.

Saat hujan mereda, rio kembali menggendong acha di punggungnya. kaki pemuda itu gemetar karena dingin, tapi tak dihiraukannya.

*

"dok bagaimana keadaan adik saya?" tanya rio kepada seorang dokter yang baru saja selesai memeriksa Acha.

"adikmu mengalami gangguan pada lambungnya. selain itu juga sudah berapa hari adikmu tidak makan? tubuhnya kekurangan nutrisi," papar sang dokter.

"kalau begitu tolong berikan yang terbaik untuk adik saya dok! bantu dia agar segera pulih, tolong dok."

"kami akan melakukan yang terbaik, jika anda sudah selesaikan administrasinya. silakan anda urus, lebih cepat, lebih baik."

rio tertegun, "tapi dok... saya... saya tidak punya uang," Rio menunduk sedih.

"rumah sakit ini punya prosedur yang harus dipenuhi oleh semua orang yang akan menggunakan jasa pelayanan dari kami. maaf, kami tidak bisa berbuat banyak."

"baik dok, baik. saya akan carikan uang administrasinya. tapi saya mohon biar adik saya tidur di kamar inap ini sementara saya mengusahakan uangnya. jangan suruh saya membawanya kembali ke rumah dok. saya mohon."

"baiklah. tapi saya sarankan agar anda secepatnya mengurus administrasi karena tindakan medis terhadap adik anda sangatlah penting. telat sedikit, akan fatal akibatnya."

Rio mengangguk faham. dengan kalap ia berlari pontang-panting mencari uang. benar kata orang, mencari uang di kota besar itu ternyata lebih sulit dari mencari jarun dalam tumpukan jerami. rio sudah berkeliling mencari pinjaman, tapi tak ada hasil. bahkan pemuda itu sempat berfikir untuk menjual organ dalam tubuhnya demi kesembuhan acha, tapi tidak ada yang beminat membeli ginjal, jantung atau sepasang matanya sekalipun. rio benar-benar putus asa, entah bagaimana nasib acha nantinya.

*

Dan usaha Rio gagal, ia tetap tidak bisa mendapatkan uang untuk biaya pengobatan acha. akhirnya pemuda itu terpaksa harus merelakan adik kesayangannya pergi selama-lamanya.

"Kenapa Acha tinggalin kak rio? apa acha nggak sayang sama kakak? kenapa cha?" isak rio sambil mengelus nisan acha. Tak ada pelayat, tak ada karangan bunga, bahkan rio harus menggali makan acha sendirian. beginilah nasib orang miskin, yang kehadirannya selalu dipandang sebelah mata, bahkan lihat saja dunia seakan ikut memusuhi mereka.

"Rio," suara berat milik ayah rio terdengar menyerukan nama pemuda itu, "maafin ayah, yo. ayah salah, ayah khilaf, maaf. Ayah sayang kalian."

"MAU APA AYAH KESINI, SENENGKAN? PUASS LIHAT ACHA MATI?" bentak rio, "SAYANG?? DIMANA SAYANG AYAH WAKTU KITA KELAPARAN, WAKTU KITA KETAKUTAN, HAH? AYAH TAU, ACHA SELALU NUNGGUIN AYAH BUAT MAKAN BARENG, ACHA SELALU TIDUR DI KURSI BUAT NUNGGU AYAH PULANG ,TAPI APA? AYAH NGGAK PERNAH PEDULIIN DIA, SEKARANG DIA MATI, AYAH PUAS KAN? AKU NGGAK MAU KENAL AYAH LAGI, NGGAK MAU!!!" rio berlari tanpa arah, ayahnya berusaha mengejar, hingga..

BRAKK.

Rio merasakan tubuhnya dihantam besi, entah dari kendaran berjenis apa. Namun setelahnya semua jadi gelap. saat membuka mata rio melihat sosok mamanya dan acha, mengulurkan tangan kepadanya. Rio menggapainya,tubuh rio terasa ringan, terangkat ke angkasa. ia merasa damai dan bahagia. Acha tersenyum, "acha kangen kakak, kita pergi sama-sama ya."

Saat melihat ke bawah dilihat jasadnya bersimbah darah, dengan sang ayah yang menangis meraung-raung disisinya.
Tapi rio tidak peduli. acha dan mamanya telah menjemputnya menuju keabadian. Rio dengan senang hati akan ikut mereka. rio tidak peduli dengan dunia di bawah sana, dunia di mana seorang pun tak ada yg mau meliriknya, dunia yg tak sedikit pun kasihan kepadanya.

RIO ADITYA

biarlah hanya nama itu yang tertinggal di dunia sana, sebagai seorang yang terabai, seoarang yang pernah menorehkan langkah-langkah kecil, dari sepasang kaki rapuhnya.


THE END

***

best regard

via

0 komentar:

Posting Komentar