Minggu, 06 Februari 2011

Aku Nggak Suka Sad Ending, Shill. (cerpen)

Aku Nggak Suka Sad Ending, Shilla.

***

"lebay," komentar seorang pemuda saat keluar dari sebuah bioskop.

"selalu gitu," batin gadis yang berjalan di sampingnya.

Keduanya berjalan ke arah parkiran, pemuda itu membukakan pintu mobil untuk gadisnya.

"kenapa sih, yo? Filmnya bagus kok," gadis itu akhirnya membuka mulut.

"bagus apanya sih? dari awal sampai akhir kamu nangis terus, apa bagusnya film kayak gitu?" jawab pemuda yang bernama rio itu.

"aku kan terharu, yo," balas si gadis.

"shilla sayang, aku nggak suka liat kamu nangis, entah itu hanya karena sebuah novel atau film."

"aduh duh, rio sayang belajar gombal dari siapa sih?" goda shilla seraya mencubit pipi Rio dengan tangan kanannya.

Rio hanya membalas dengan senyum, "aku nggak suka yang sedih-sedih, shil. apalagi sad ending. Bukannya semua orang pengen akhir yang menggembirakan?"

"tapi hidup itu kan nggak selalu indah."

"justru karena itu, hidup itu nggak selalu indah, terus kenapa kita mesti nambah buruk keadaan dengan nonton atau baca yang sedih-sedih?" jelas rio sambil tetap fokus pada kemudi mobilnya, "kamu tau mentari shil? dia selalu terbit dengan indah dan tenggelam juga dengan indah, jadi bukan nggak mungkin kan kehidupan kita akan selalu indah kayak mentari," lanjut rio.

rio dan shilla. mereka adalah sepasang kekasih, sudah dua tahun mereka berpacaran. Tapi kemesraan dan kebahagiaan mereka sama sekali tidak berkurang malah terlihat terus bertambah seiring usia hubungan mereka. Shilla yang dengan setia menyuguhkan senyum dan kasih sayang untuk rio, ataupun rio yang selalu menghujani shilla dengan pujian dan ketulusan. keduanya memang sangat cocok. Setiap mata yang melihat mereka tentu tak dapat mengungkap apapun, selain rasa iri.

"kalo aku pribadi sih, lebih suka sad ending, yo," ucap shilla tiba-tiba, memecah keheningan yang tadi tercipta di antara keduanya.

Rio hanya mengangkat kedua alisnya.

"buat aku, cerita atau film yang sad ending itu, lebih dapet feelnya," lanjut shilla sambil tersenyum manis sekali,
senyum yang selama dua tahun ini selalu berhasil menghadirkan bunga-bunga kecil di hati rio.

"tapi nggak dengan kisah kita kan?" kata rio, satu tangannya menggenggam erat tangan shilla.

"kamu salah, yo. Bahkan mungkin kita akan jadi bagian dari cerita sad ending itu," batin shilla, "oh iya, tentu. Aku selalu pengen kita, atau tepatnya kamu, aku selalu pengen kamu bahagia," jawab shilla mantap, "eh yo, berarti kamu nggak pernah baca novel-novel aku dong?" tanya shilla. gadis itu mnerucutkan bibir tipisnya.

"Hehe," Rio menyeringai, "maaf ya sayang, kamu kan tau aku paling malas baca novel-novel cewek kayak gitu. Lagian kenapa sih kamu selalu nulis novel yang berbau kematian, perpisahan, kenapa nggak kamu buat cerita dari kisah kita, pasti nggak akan ada sedih-sedihnya kayak gitu," ujar rio sambil terus melajukan mobilnya melewati jalanan kota bandung dengan kelap-kelip lampu malamnya.

Shilla adalah mahasiswa semester dua yang akfif di dunia tulis menulis. ia juga di kenal sebagai penulis yang mahir dan berbakat, setiap ceritanya selalu mampu mengurai air mata setiap para pembaca.

"tapi yang ini dibaca ya," shilla mengangsurkan sebuah buku bersampul warna kuning dengan judul seribu burung kertas tertulis dengan huruf sambung warna biru laut, "ini mungkin yang terakhir dan kamu harus baca, sampai selesai ya," pinta shilla.

"Yang terakhir sad ending maksudnya?" tanya Rio, lagi-lagi shilla tidak menjawab hanya tersenyum singkat, "Ok deh," sanggup Rio pada akhirnya. walaupun rio tidak mengerti makna di balik kata 'yang terakhir' dari shilla tadi.

CCIIITTTT

Rio menghentikan mobilnya, mendadak.

"sivia!" gumamnya.

"mana yo?" tanya shilla.

"itu shil," rio menunjuk ke arah kerumunan orang banyak di ujung jalan.

Rio dan Shilla segera keluar dari mobil, menerobos segerombolan orang di depan mereka. Dan mata mereka sontak melebar, melihat sivia, sahabat mereka, menangis histeris seraya duduk memangku tubuh kaku seorang pemuda yang bersimbah darah. di sisi gadis itu, terparkir kendaraan yang dari bentuknya sekarang sudah tidak bisa dibilang mobil lagi.

"Bangun Gabriel, bangun. jangan tinggalin akuuuu," sivia terisak tak keruan, butiran-butiran bening itu sudah mengalir deras membasahi pipinya.

"nggak selalu happy ending kan yo?" bisik shilla, lalu menghampiri sivia ingin menenangkan gads itu.

rio tertegun, "tapi sad ending itu milik orang lain, shil. nggak akan pernah jadi bagian dari kita," teguhnya dalam hati.

Lalu keduanya menghampiri sivia dan gabriel, kekasihnya yang ternyata sudah tewas di tempat karena kecelakaan yang baru saja menimpa mereka.

*

rio segera menyambar jaket dan kunci motornya, secepat mungkin melarikan kuda besi itu ke arah rumah sakit. sesampainya di gedung besar bernuansa putih itu, Rio segera berlari menyusuri koridor rumah sakit, ia terus berlari. Ia berkali-kali menabrak orang yang berlalu lalang tapi tak diacuhkannya, wajah pemuda itu mengisyaratkan kekhawatiran yang mendalam. Sejak menerima kabar bahwa shilla koma, yang ada dibenaknya tentu hanya gadis itu.

Ceklikk

pintu kamar rawat shilla dibuka, pemandangan di depannya membuat rio ragu untuk melanjutkan langkahnya. tapi sedetik kemudian diteguhkan hatinya. Shilla sudah tertidur pulas sejak tiga hari lalu, begitu kabar yang ia terima dari Kak Alvin, kakak sulung Shilla. rio menghampiri tempat tidur shilla. Dibelainya rambut shilla yang biasanya terurai hitam dan indah, tapi kini sudah mulai tanggal satu persatu.

"mimpi kamuudah berapa episode, shil? Bangun dong, apa kamu nggak kangen sama aku?" rio mulai bergumam kecil.

Ia tak menyangka, baru seminggu rio meninggalkan shilla ke manado karena keperluan keluarga dan saat rio kembali ia harus mendapati gadisnya terkulai lemas di ranjang rumah sakit. Rio larut dalam kesedihannya, ketakutan dan cemas telah membayanginya sejak tadi. Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya, pelan.

"jangan murung gitu, beri dia semangat!" kata kak alvin, "maafin shilla yo, dia nggak kasih tau soal penyakitnya ke elo selama ini. kanker darah dan sekarang udah stadium lanjut," jelas alvin.

BBRRAAAKK

Hati rio seakan diruntuhi langit, ia limbung bahkan ia tak lagi mampu merasakan deru nafasnya sendiri. Pikirannya dihempas jauh, jauuuhh sekali dari dugaannya. Gadisnya, gadis yang selama lebih dari dua tahun ini menghujaninya perhatian, yang selalu menjadi tamu dalam mimpi-mimpi indahnya, yang selalu tersenyum ceria, ternyata menyimpan rahasia besar. ternyata dirundung sakit yang begitu parah. lalu bagaimana Rio bisa tidak tau? kenapa ia bisa begitu teledor mengamati kesehatan kekasihnya yang belakang memeburuk. Rasa sesal pun memenuhi rongga dada Rio.

"tuhan, pindahkan rasa sakitnya kepadaku, biar aku yang menggantikannya, biar aku yang melawan rasa sakit itu. kembalikan tawanya tuhan, kembalikan senyumnya," pinta rio dalam hati.

"shilla nggak suka lihat lo sedih, lo itu semangatnya dia, kasih dia motivasi, temenin dia, bujuk dia buat bangun, cuma lo yang bisa yo, gue yakin!" tambah kak alvin.

*

"siapa yang kamu mimpiin sih shil? Sampai kamu betah banget tidurnya. udah dua minggu lho Shil, kamu tidurnya," ucap rio yang saat itu sedang menemani shilla.

Rio memang selalu menemani shilla, tak pernah alpa, ia ceritakan semua kegiatannya setiap hari. rio berharap shilla dapat mendengarnya dan segera sadar, "shil, kita kan mau nyomblangin sivia sama kakalvin, kamu lupa? ayo dong, kamu cepet bangun, aku udah punya rencana ni," lanjut rio.

Tiba-tiba ia teringat akan sesuatu. diraihnya sebuah buku bersampul kuning yang beberapa minggu lalu diberikan shilla. rio belum juga selesai membacanya, jangankan dibaca, disentuh pun belum. Rio memang tidak suka membaca novel-novel cengeng khas anak cewek. Tapi kali ini ia memcoba untuk mulai membacanya, halaman demi halaman. Rio sangat terkejut, barisan kata yang terangkai dalam novel itu membentuk sebuah kisah. kisahnya dengan Shilla. Ini kisah mereka, rio dan shilla, rio sangat hafal jalan ceritanya bahkan ia bisa menebak apa yg akan terjadi di part-part selanjutnya tanpa harus membacanya dulu. Tapi saat sampai pada klimaks buku itu, rio tak mengerti, ini sedikit berbeda dengan kisahnya, di sana dikisahkan tokoh ara, pemeran wanita sakit keras, tapi vano kekasihnya selalu dengan setia memberikan semangat. Vano juga percaya akan satu mitologi kuno dari jepang tentang 1000 burung kertas. Siapa yang menerbangkan 1000 burung kertas dan menuliskan harapan di dalamnya, maka harapan itu bisa terwujud. Dengan semangat tokoh vano dalam cerita itu, membuat 1000 burung kertas dan menerbangkannya bersama sebuah harapannya. Alhasil, voila, sembuh. Kesehatan ara, berangsur membaik dan keduanya bisa bersama merangkai mimpi dan jalan mereka kembali.

happy ending. Sesuai permintaanmu pangeranku. Love you

Itu isi secarik kertas kecil yang tersimpan di akhir halaman novel itu.

Tanpa pikir panjang dan dengan harapan kisahnya akan sama dengan cerita dalam novel itu, rio pun sejak saat itu mulai membuat burung-burung kertas dengan torehan kata yang berbunyi.

tuhan, aku mohon, biarkan dia dan senyumnya kembali menghiasi hari-hariku, aku mohon.

setiap hari rio membuat burung-burung kecil dari kertas. Ia selalu berharap, meski harapan itu hanya sebulir embun atau sekecil debu. Begitupun hari ini, senja mengiringi rio menerbangkan burung kertasnya yg ke 999. Rio menatap burung itu yang mulai menjauh tertiup angin sore.

"RIO,SHILLA SADAR. dia pengen ketemu lo," teriak alvin dari kejauhan.

Riopun segera berlari ke kamar shilla. Ah akhirnya doanya dikabul Tuhan.

"shilla," panggil rio, shilla tersenyum.

"aku kangen kamu, tau. Kamu lama banget di manadonya," ujar shilla manja.

"kalo kangen kenapa baru bangun sekarang?"

"yo," lirih shilla, matanya memandang lurus ke langit-langit, "aku suka cerita sad ending, karena aku merasa bagian darinya. aku suka cerita sad ending, karena setelah membacanya aku merasa semakin kuat. aku...hoeks, hoeks," tiba-tiba shilla muntah dan mengenai pakaian rio, "hoeks,hoeks... maaf yo."

Rio tersenyum maklum, "nggak pa-pa shil, nggak pa-pa," kata rio tulus, dengan tangannya dibersihkan bibir shilla dan pakaiannya, tanpa rasa jijik sekalipun, "udah ya, shil,kamu istirahat aja."

"dingin ,yo" lirih shilla.

Rio pun memeluknya, ia merasakan degup jantung shilla yang mulai melemah, juga deru nafas gadis itu yang mulai tidak teratur.

"tunggu sini ya shil," rio melepaskan pelukannya, ia berlari ke taman rumah sakit dimana tasnya tadi ia tinggalkan begitu saja setelah menerbangkan bunga kertas.

Rasa takut dan air mata sudah menyertainya sejak tadi, bayangan perpisahan pun semakin jelas di mata.

Di taman itu ia melipat burung kertas terakhirnya, segera ia terbangkan tapi sebelum burung itu mengudara, hujan telah lebih dulu menghujamnya. Burung kertas itupun perlahan jatuh, menyentuh tanah. Rio tertegun, tubuhnya basah kuyup diguyur air hujan.

"haruskah sad ending?" batinnya tak terima.

Rio berjalan gontai ke kamar Shilla, ia benar-benar putus asa. Rio tidak heran ketika melihat kak Alvin menangis di depan pintu kamar rawat Shilla, ia juga tidak terkejut melihat monitor di sebelah tempat tidur shilla yang berubah jadi garis lurus. Ya mungkin memang harus seperti ini pada akhirnya. Rio terduduk lemas, gadisnya telah pergi, tak akan ada lagi senyum manisnya, curahan kasih sayangnya, limpahan perhatiannya. Saat jasad shilla didorong melewatinya, ia berdiri, dipeluknya tubuh kaku itu untuk terakhir kali, dingin. Kehilangan menjalari setiap inci tubuhnya, pedih.

"Aku nggak suka sad ending shil, nggak suka dan nggak akan pernah suka," bisiknya. mungkin inilah dulu yang dimaksud shilla 'yang terakhir', novel yang dibaca rio beberapa hari yang lalu adalah karya shilla yang terakhir.

Hujan yang turun kala itu mengantarkan aroma perpisahan dan kesedihan. Melepas seseorang yang kita cintai tentu lebih sulit dibanding harus menjagnyaa seumur hidup.

jika hidup adalah sebuah perjalanan maka mati adalah sebuah tujuan


the end.

***
Best regard

via

0 komentar:

Posting Komentar