Jumat, 07 Juni 2013

Mengapa Abu-abu?

Mengapa abu-abu?
Mengapa bukan hitam saja?
Hitam saja sekalian.
Agar kujelajahi hari dengan emosi, iri, serta dengki.
Agar jelas keburukanlah satu-satunya pilihan untukku.
Agar pasti tiada kawan bagiku, selain kejahatan.
Mengapa tidak hitam saja?
Agar gelap semua.
Agar pahit semua.

Mengapa abu-abu?
Mengapa bukan putih saja.
Putih saja sekalian.
Agar aku jadi cahaya untuk orang-orang yang begitu menyayangiku.
Agar aku melangkah beriringan dengan kebaikan.
Agar hatiku mulia, pribadiku memesona tanpa cela.
Mengapa tidak putih saja.
Agar terasa menyala.
Agar terang semua.

Mengapa harus abu-abu?
Mengapa tidak warna-warni.
Seperti pelangi.
Maka aku akan jadi seberani merah.
Maka aku akan jadi seceria kuning.
Dan selalu menyejukkan seperti hijau.
Ya, pelangi saja.
Biar kedatanganku diharapkan.
Biar kehadiranku dikagumi.
Dan pergiku disesali.
Mengapa bukan pelangi saja.
Agar cerah semua.
Agar indah semua.

Mengapa harus abu-abu?
Abu yang tidak jelas. Abu yang entah bersih atau kotor.
Aku benci abu-abu, yang selalu bertengkar dalam tempurung kepalaku.
Aku benci abu-abu, yang membuat langkahku tersendat-sendat. Yang membuat aku terlalu banyak menimbang. Yang membuat aku perlu jutaan kali memikirkan perasaan orang lain, yang bahkan tidak pernah mau repot-repot melindungi kesakitanku.
Aku benci sisi abu-abu yang ada dalam diriku. Yang perlahan meramurkan siapa aku yang sebenarnya?
Jadi siapa aku?
Putihkah? Pelangikah?
Atau jangan-jangan hitam yang dibenci banyak orang?
Ah, aku takut. Takut sekali.


best regard
via

1 komentar:

tkth_ mengatakan...

Aku dulu pernah baca ini di tahun 2015. Kemarin gak sengaja bersihin gudang dan nemuin buku sastra lamaku. Ternyata ada puisi ini di dalamnya. Dan sekarang aku cari lagi. Aku merasa time travel. Puisinya bagus sekali.

Posting Komentar